WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Shinigami dan Patah Hati

Shinigami dan Patah Hati © HatsuHaru [/u/4626177]
Ansatsu Kyoushitsu © Yuusei Matsui
*. Shinigami!Gakushuu x Akabane Karma, slight KaruNagi, Asa(jr)Iso.
*. Angst.
*. Rated PG12+
Warn:
- Death chara, bad end because happy end is a bull.
- Kesalahan penulisan, ejaan, dan diksi.
- Don't Like, Don't Read. Read and Review?

*
***
*

Gakushuu menatap barisan data di jurnalnya, dengan sebuah foto seorang manusia di sisi. Akabane Karma. 16 tahun. Pirang stroberi menutup jurnalnya.

Di atas dahan pohon, di sisi utara sebuah gedung rumah sakit, ia memincingkan matanya pada salah satu jendela yang terbuka. Penghuni kamar itu mendapat kunjungan, berbincang santai tertawa-tawa. Sekilas menangkap sosok tak kasat mata, pemuda yang diperhatikan membalasnya dengan seringai. Terhenyak, Gakushuu diam saja.

Setelah setengah lebih sedikit, pertemuan mereka diakhiri dengan menghilangnya teman berwarna biru di balik pintu geser. Si Pasien terdiam sebentar, lalu berbalik cepat menghadap luar jendela, masih mendapati Gakushuu di tempat yang sama. Pasien itu merekahkan senyum, penasaran, dan riang memanggilnya.

“Hei, kamu! Kamu bukan manusia, benar?" Gakushuu menatapnya, aneh, mendapat reaksi yang lucu seperti itu. Dia menghilang dari tempatnya, memutuskan untuk berteleportasi ke sisi Pasien tersebut, tidak sengaja mengejutkannya.

“Wah, kaget—ternyata benar. Kamu ini apa? Arwah penasaran? Youkai? Dewa? Tunggu, itu gak mungkin. Kekuatan apa yang kaupunya?"

“Aku Shinigami."

“Woa, Shinigami... Kamu, apa yang kamu lakukan? Apa sudah waktunya aku pergi? Atau menjemput pasien lain?" Pasien tersebut membombardirnya dengan pertanyaan-pertanyaan aneh, pertanyaan yang lebih seperti sapaan kawan lama, mengingat pasien yang ini adalah tugasnya.

“Aku di sini untukmu," jawab Gakushuu singkat.

“Oh, dasar dokter dan segala bualannya." Karma Akabane merengut, mendesah kecil, lalu menatap lurus ke sepasang iris violet seraya tersenyum miring. “Maa, kapan aku mati? Hari ini? Sekarang?"

“Kau tidak terkejut,"

Pemuda itu memiringkan kepalanya, senyumnya masih sama. “Mm~ Anak SD juga tahu kalau penyakit ini tidaklah seramah dirimu."

Manusia yang aneh,' pikirnya. Gakushuu menjelaskan sistem pekerjaannya secara singkat. “Tidak, tidak sekarang. Kapan kau meninggal, aku tidak bisa memberitahumu. Aku hanya menjadi pengingat kalau itu tidak lama lagi. Dan aku akan menemanimu selama itu, sampai hari dimana kau harus mengikutiku meninggalkan dunia ini."

Sou?" Bibir pucat melengkung naik. “Mm... Oke. Yoroshiku, ne."

——————————————————————

Siang terik. Kerabat dekat si Pasien berkunjung lagi, kunjungan rutin. Pemuda manis berambut biru itu dengan sayang, tekun merawat Tunggal Akabane.

“Aku mengganti bunga ini dulu, ya." Pamitnya seraya membawa vas kecil dari meja. Iris merkuri hanya mengangguk menyaksikannya pergi.

“Kau tampak senang hati," Gakushuu memancing obrolan. Karma menyeringai, semakin lebar saat mendapati Shinigami-nya mengambang di sisi ranjangnya. “Menurutmu begitu?

“Yeah, aku mendengar kabar, kerusakan tidak parah. Mereka tidak perlu mencari donor untukku.

“Menurutmu, apa itu tindakan baik, atau buruk—maksudku, kita mengambil bagian dari seseorang yang sudah tidak membutuhkannya, tapi kita tidak benar-benar mendapat izin yang sah dari pemiliknya. Kita hanya memutuskan sah karena keluarganya membolehkan."

“Lalu?" Gakushuu tak berminat. Karma melepas tegangnya, menggeser kepalanya di atas bantal. 

“Aah, respon macam apa itu? Sama sekali gak asik."

“Memangnya kau peduli?"

Bibir Karma tertarik dua senti ke kiri. “Tidak, tidak juga,

“Lagipula, kamu sudah ada di sini. Jadi, apapun yang mereka lakukan, tidak akan membawaku kemana-mana, bukan?"

——————————————————————

“Kau belajar berjalan?" Gakushuu terus memantau targetnya. Karma tertatih-tatih, gemetar berpegangan pada railing dinding. Senyumnya, seperti biasa, sinis diantara napas beratnya.

“Uh-huh. Rehabilitasi, lebih tepatnya."

Gakushuu melipat lengannya, terkesan. “Cukup bersemangat untuk orang yang melontarkan kalimat pesimis kemarin hari."

“Yeah, setidaknya aku ingin bisa ke kamar mandi sendiri."

Terlihat helai azure memantul dari ujung koridor, perlahan mendekati mereka berdua, atau, hanya Karma dalam sudut pandangnya. Terlukis beberapa emosi sekaligus dalam raut wajahnya.

“Karma-kun—syukurlah kau di sini. Aku terkejut kau tidak ada di ruanganmu."

“Waah maaf, Nagisa. Aku hanya merasa bosan hanya diam di atas ranjang." Ucap Karma, memasang wajah yang biasa dia tunjukkan.

“Apa tak apa kamu sendirian?" Nagisa merengut cemas.

Manik tembaga dan violet bertemu sesaat.

“Tenang saja, aku sudah mendapat izin dari kakak perawat tadi."

Nagisa mendesah, “Begitu.

“Um... Boleh aku—"

“Ah. Bisa kamu mengambilkanku kursi roda? Mungkin aku selesai ketika sampai di ujung sana. Jadi biarkan aku menghabiskan lorong ini, yeah?"

Nagisa terdiam, lalu mengangguk patuh. “Aku akan segera kembali. Jangan paksakan dirimu,"

Dua sosok memperhatikan punggung kecil itu menjauh.

“Kenapa kau menjauhkannya? Apakah masalah jika kau bersandar pada orang lain? Si Biru kecil temanmu itu selalu menyediakan punggungnya untukmu, benar?" Gakushuu memulai lagi.

“Justru sebaliknya, Tampan. Aku tidak mau dia terlalu terikat padaku. Akan terasa jauh lebih menyakitkan kalau kau menggores luka tanpa sengaja. Dia terluka, kau tidak akan minta maaf karena kau tidak tahu, atau tidak menyadarinya, dan setiap hari berjalan seperti biasa, sementara dia mencoba tetap tegar di saat lukanya semakin lebar. Rasanya lebih jahat lima kali lipat."

Shinigami menaikkan salah satu alisnya. “Memangnya apa yang membuatmu melukainya?"

Karma menghentikan aktivitasnya. Wajahnya lurus menghadap Gakushuu. “Masih bertanya, eh. Tentu saja karena aku telah terikat denganmu."

——————————————————————

“Yo, Karma! Bagaimana rehabilitasimu?"

Lagi, namun kali ini, si Biru membawa serta beberapa kawan mereka. Karma, dengan wajah arogannya, tersenyum menyambut simpati. “Oh, semuanya berjalan lancar. Kurasa aku akan segera keluar dari tempat membosankan ini. Aku tidak sabar,"

Yokatta na," ucap salah satu dari mereka. Dia meletakkan sebuah bingkisan di atas kas putih. “Tapi, jangan mengulang kejadian yang sama selepas dari sini."

Karma meringis jahil, menepis udara dengan tangan yang penuh lilitan selang. “Aah, jangan membocorkan rencanaku. Aku tidak kapok, tuh."

“Sudahlah, Sugino. Orang ini tidak waras. Dia lebih baik dipindahkan ke pusat rehab kejiwaan." Celetuk yang lain, Maehara, dan mendapat balasan manis berupa pukulan di tengkuk.

“Boleh juga idemu. Nanti aku bisa mengumpulkan manusia-manusia yang segila diriku, membuat organisasi gelap, lalu mengacaukan dunia ini dengan satu jari. Bam!" Karma menerawang langit-langit, “Indahnya."

“Indah gundulmu," Maehara menatap sangsi pada Karma yang masih menyeringai. “Kau terdengar seperti seniman gila dari anime sebelah."

“Mungkin ini efek obat? Atau kepalanya terbentur keras?"

Nagisa mendengus. “Tidak, Sugino-kun. Dia sudah seperti itu sejak pertama kukenal dia. Dia baik-baik saja."

Karma terkekeh. Matanya menangkap sekelebat strawberry blonde di sudut ruangan, barisan giginya semakin tampak. Gakushuu membuang pandangannya.

Setelah semua pengunjung pergi, dan tinggal mereka berdua di dalam bilik putih tersebut, itulah saat bagi Gakushuu untuk berbicara. Setidaknya, dia mengurangi jarak antara manusia dengan pencabut nyawanya. Dan sedikit mengenal lebih, meski hanya obrolan tidak berarti.

“Kau tampak berusaha keras," ucap Gakushuu, mendekat ke sisi ranjang Karma.

“Ditakdirkan menjadi manusia, aku tidak bisa cuma duduk diam menunggu tanggalnya hanya karena tahu kalau hidupku tidak lama lagi." Karma terkekeh, “Ini sudah naluri."

Shinigami menaikkan salah satu alisnya. 'Mahluk yang merepotkan.'

“Memangnya, apa yang ingin kaulakukan sebelum kau pergi?"

“Oh? Banyaaak," Karma mengacungkan telapak tangannya. “Membuat keributan, membuat keributan, membuat keributan, lulus sekolah, dan meributkan keributan."

“Sebenarnya apa tujuan hidupmu?"

Saa~" si Pasien mengendikkan bahu. “Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku saat ini."

“Kau cikal bakal kehancuran dunia,"

“Tapi, prioritasku untuk saat ini..." Karma melirihkan suaranya, dramatis. Gakushuu menyimak. Seringai Akabane berbahaya.

“Kupertaruhkan jiwaku, aku ingin, ingin sekali melawanmu, walau hanya sekali."

——————————————————————

Di halaman rumah sakit, Karma memainkan sebatang ilalang kecil di antara dua jarinya. “Oi, Shinigami. Kamu pernah mendengar mitos tentang semanggi berdaun empat?"

Gakushuu mengapung diam di samping kursi roda. Karma melanjutkan ceritanya. “Semanggi berdaun empat, katanya, dapat menjadi tanda keberuntungan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Girly things dan kepercayaan orang kuno."

“Apa istimewanya sebatang semak sehingga mereka dapat mengundang keberuntungan dan kebahagiaan?"

“Aku tadi bilang kalau itu mitos," Karma mengayunkan ilalangnya kearah Gakushuu yang, tentu saja, menembusnya. “Mitos itu hanya masalah percaya-tidak percaya. Itu saja."

“Merepotkan," Gakushuu membuang pandangan ke hamparan rerumputan di belakangnya. Ia pergi sejenak, lalu kembali sedetik kemudian. “Kalau itu dirimu, apa kau percaya?"

Sebuah tangan terulur sepuluh senti di depan wajah. Tembaga Karma melebar melihat benda hijau yang diapit ibu jari dan telunjuk pucat. Sebuah semanggi berdaun empat yang sedang dibicarakannya. Tangannya merebut benda itu dari pemiliknya.

“Aku bukan orang bodoh yang mudah percaya hal bodoh seperti itu, Bodoh." Karma mengacung-acungkan daun kecil itu di hadapan Gakushuu seraya tertawa merendahkan. “Kenapa kamu yang malah terpancing dengan obrolan ini?"

Gakushuu membalik badannya, memunggungi Karma yang masih tertawa. Dari sudut matanya, dia melihat Karma menyelipkan daun itu ke dalam saku bajunya.

“Hei, hei lihat—aku menemukan saudaramu!" Jerit Karma sambil menunjuk sesuatu di bawah pohon. Gakushuu memincingkan matanya untuk melihat lebih jelas, sementara si Pasien masih heboh di atas kursi rodanya. “Lihat! Lipan itu mirip sekali dengan dirimu! 'Kan? 'Kan?"

Muncul kedutan di bawah mata Gakushuu.

“Pikiranmu bermasalah."

“Aww, yang tidak mengakui saudaranya," Karma memutar roda kursinya menuju semak tersebut. 

“Lihat! Kejamnya dirimu. Dia patah hati, dasar pencabut nyawa."

“Patah hati?" Alis Gakushuu mengerut, “Apa itu?"

Karma tertawa lebih keras. “DASAR PENCABUT NYAWAAA! AHAHAHA!" Dia hampir terguling dari kursinya.

Muncul kedutan urat, sekali lagi, di wajah Shinigami. Dia memegangi pundak Pasien yang masih bergetar, agar dia tetap diam di tempatnya. “Kalau kau jatuh dari kursi karena ulahmu sendiri, kau bisa pergi lebih cepat."

“Betapa tidak sabarnya," Karma mendongakkan wajahnya, menyipit sinis meremehkan. 

“Memangnya apa yang kaudapat dari kepergianku? Apa jiwaku menjadi salah satu koleksi pribadi dalam stoples acar?"

“Aku bukan Ayahku."

“Ooh—EH?! Jadi... Shinigami juga punya Ayah?" Manik Karma membulat lucu, “Dan Ayahmu itu punya koleksi jiwa dalam stoples acar?!"

“Dia hanya sebagai pengawas bagi Shinigami setingkatku. Dia yang bertanggung jawab dan menghukumku ketika aku membuat kesalahan." Gakushuu mendengus kesal. “Dan untuk koleksi jiwa, dia hanya mengambil satu dan—tidak, bukan dalam stoples acar. Ayah menyimpannya dalam kotak pandora."

“Hn~ Kenapa cuma satu? Se-spesial apa jiwa itu?"

Gakushuu tampak enggan menjawab, muncul guratan kesedihan dan kilatan kekesalan dalam keping violetnya. Sementara Karma masih menunggu. Penuh ketertarikan.

“Bukan jiwa dari manusia sepertimu." Ucap Gakushuu pada akhirnya. “Dia seseorang yang penuh kebaikan, meskipun hanya rasa pahit yang pernah dikecapnya. Aku hampir melalaikan tugasku dengan mempertaruhkan keberadaanku, dan Ayah menghukumku dengan menyimpan jiwa itu sehingga dia tidak bisa bereinkarnasi."

“Waah," Karma meringis kecewa. “Kau membuatku patah hati."

“Sebenarnya, kutanya sekali lagi, apa itu patah hati?"

“Mm yeah, itu semacam sensasi ketika kau merasakan kekecewaan dan kekesalan dari dalam dirimu, karena sebab ini dan itu, dan seperti itu, entahlah, aku sendiri tidak tahu. Kautahu sesuatu?" Jawab Karma ambigu.

Tidak menangkap apapun dari kalimat Karma, shinigami muda itu menggelengkan kepalanya. Lawan bicaranya kembali tertawa.

“Serius, apa sih yang kautertawakan?" Gakushuu tampak sedikit tersinggung mendapati Karma selalu tertawa tanpa aba.

“Entahlah... Aku hanya ingin tertawa." Jawab Pasien di antara sela tawanya. Dewa Kematian itu menegakkan tubuhnya. “Kau benar-benar membuat kesal."

“Begitu?" Tawa Karma tiada habisnya, “Selamaat~ Kamu orang—eh, bukan. Kamu mahluk ke sekian yang mengatakannya padaku. Omedetooou~"

Sementara di balik jendela, seseorang memperhatikan seraya mengusap air mata. Hatinya sedih, pedih, namun bahagia. Di matanya, Karma yang berbincang, bergurau, dan tertawa adalah hal yang paling menghibur saat ini. Meski dilihatnya, Karma melakukan semuanya sendirian, namun dia menghargai siapapun atau apapun yang mampu mengembalikan semangat Akabane.

Bluenette itu patah hati.

———————————————————————

Esok paginya, Gakushuu mendapati Karma kembali berbaring di atas kasurnya. Dia sadar, beberapa kantong telah diganti, bahkan bertambah. Wajah pucat si Pasien sedikit kemerahan, mata sembap, dan paru-paru berat yang penuh perjuangan dalam menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Namun, dia merasa bahwa semua keadaan ini sama sekali tidak mengganggu bagi si penderita, melihat sapaan pagi yang cukup bersemangat.

“Yo, Shinigami-san."

Gakushuu melihat warna jiwa yang semakin terang dan wajah yang memucat di hadapan. Perlahan, dia mengapung mendekati pasien itu.

“Sepertinya kondisimu tidak sebaik kemarin."

Karma tertawa pahit. “Tak perlu sarkas. Keadaan seperti ini sudah diatur di jurnal atau dokumen apapun yang kaupunya, benar?"

“Dari mana kau tahu tentang jurnal?"

“Aa, ada anime yang memperlihatkan kalau setiap Shinigami punya semacam buku catatan," Karma mengambil jeda untuk bernapas, “Kukira sejak itu aku membayangkan bangsa kalian punya jurnal macam itu."

“Apa lagi yang kautahu tentang Shinigami?" Gakushuu terlihat waspada. Karma tersenyum menyebalkan. “Mm~ Aku tahu kalau penampakan mereka tidaklah buruk sepenuhnya, selain gambaran clurit besar dan tudung hitam, atau wajah seram dan pengonsumsi apel.

“Setidaknya, beginilah penampilan yang muncul di depanku selama hampir sebulan ini."
Orb violet itu membulat, sedikit gurat semu di pipinya, sementara pasien sakit jiwa raga itu terus menggodanya dengan kata-kata.

“Ano saa, kau tahu penanggalan di dunia manusia?"

“Uh, mungkin. Sedikit." Shinigami itu terlihat ragu, “Ada apa?"

“Kira-kira, dalam pengetahuanmu itu, ada berapa hari dalam bulan Februari?" Karma menahan Gakushuu sebelum ia berbalik. “Ah-ah. Tidak ada kalender atau sejenisnya di sini."

Gakushuu menghela napas, “Ada apa tiba-tiba menanyakan tanggal?"

Karma mengangkat bahunya tak acuh, “Terlalu lama di sini membuat ingatanku berdebu,

“Ayolah, ini terlalu mudah mengingat dia hanya memiliki jumlah hari yang paling sedikit."

Kerjapan mata Gakushuu seolah ia menangkap kunci dari Karma dan ia mendapat jawabannya. “28. 28 hari."

“Yup. Pintar."

“Ada apa memangnya?" Gakushuu dengan satu alis terangkat, menunggu alasan Karma dengan bingung. “Apa kau memikirkan sesuatu—yang gila?"

Karma mengelak, “Aduh, kenapa kau waspada? Memang aku ini segila apa? Aku anak baik yang pendiam dan rajin meminum obatnya,"

Gakushuu berwajah meragukan. “Tidak. Kau sinting."

“Ah, itu kata-kata yang jahat, kau melukai perasaanku lagi," Tangan kanan berlilit perban dan selang itu mendarat di atas dada, berlagak dramatis diantara tawa yang tertahan. Shinigami itu tidak paham.

“Sekarang, ada apa dengan Februari dalam pikiranmu?" Ujarnya mengembalikan bahasan. Karma menjentikkan jarinya. “Benar juga, aku menyimpang.

“Baik, jadi... Sebenarnya, Februari dalam sistem Julius adalah bulan yang terakhir, dan tahun baru hadir pada satu Maret. Februari awalnya memiliki 30 hari, seperti yang lainnya. Namun Caesar Augustus mengambil satu hari, dan diberikan pada bulan Agustus sehingga dia memiliki 31 hari sementara Februari menjadi 29 hari.

“Masih merasa kalau penanggalan mereka masih belum sinkron dengan peristiwa alam, mereka mengadakan tahun kabisat untuk menggenapi sistem mereka, dan sekali lagi mereka mengambil jatah Februari untuk empat tahun sekali. Ta-dah, ia kini menjadi bulan paling singkat."

Gakushuu bergeming, mencoba mencerna sejarah kilat yang baru diterimanya. Sementara Pasien itu masih senyum-senyum sendiri.

“Jadi? Bagaimana menurutmu? Hari ini 28 Februari." Tanya Karma. Gakushuu mengerutkan alis. “28 Februari, kah..."

“Um, um!" Kepala merah itu mengangguk-angguk semangat. “Bulan yang durasinya lebih sedikit daripada yang lainnya,"

“Itu berarti hidupmu menjadi lebih singkat dari seharusnya, mungkin," Gakushuu melirik manik madu itu, “Ah, maaf."

“Pfft—untuk apa meminta maaf?" Pasien itu tertawa geli, “Tipikal jawaban yang bisa diharapkan dari seorang Shinigami, benar?"

Gakushuu diam.

Karma tersenyum.

“Tapi, tahukah kamu," Sepasang lensa arogan itu melembut tajam, “Tahun ini terhitung tahun kabisat,

“Jadi artinya, aku akan hidup satu hari lebih lama dari biasanya.

“Dan besok, tanggal 29 Februari, adalah hari cerah dan aku akan kembali bermain di taman itu lagi. Bersamamu.

“Lihat saja. Ini janji."

——————————————————————

Sayangnya janji itu tidak pernah terlaksana.

29 Februari, langit senja menggantung mendung, cahaya jingga menembus celah-celah awan pekat, membentuk pedang-pedang yang menghias ruang pucat beraroma obat. Atmosfir tegang dan harapan pada seutas serat laba-laba mengalun bersama doa-doa yang dipanjatkan. Shinigami mengapung sendirian di salah satu sudut yang suram.

'Tinggal sebentar lagi, ya...' batinnya memperhatikan tubuh diam yang dikelilingi sanak saudara. Layar digital di sana menuliskan grafik, berdenyut, berbunyi dengan pola yang sama, lirih menopang kehidupan seorang Akabane Karma.

Suara asing bergema dalam kalbu. Jika ada yang ingin disampaikan, sekarang saatnya."

Tersenyum pahit, dia menegakkan sabitnya. “Bercanda, ya? Aku di sini untuk mengakhiri hidupnya."

Kalau begitu, lakukan saja."

Malaikat kematian itu merasakan tekanan di dalamnya. Dia bimbang. Suara asing itu menginterupsinya lagi.

Tidak terlintas pikiran gila untuk mengulang kejadian dengan Yuuma, bukan?"

Emosi memanas, membuat kedua orb violet itu membuang setetes air mata. “Tidak mungkin aku merusak segalanya untuk yang kedua kalinya."

Lengan jam dinding menusuk angka 6 pendek dan 7 panjang. Delapan angka lagi sebelum tugasnya berakhir. Rintik hujan bersahutan dengan detik jam, detak monitor, juga degub jantung semua orang. Harmoni yang cukup merusak bendungan rasa. Melihat kerabat bluenette yang setia itu menyeka matanya, Gakushuu mengepal erat hingga memutih jemarinya. Ia merasa sakit entah kenapa.

Waktu merayap lambat-lambat bagi yang menunggu, namun terasa hilang begitu saja bagi yang mengejar. Para dokter dan perawat tergopoh-gopoh mempertahankan tiap hela napas si Rambut Merah, mencoba menunda pekerjaan Gakushuu lebih lama, selama yang mereka bisa, dan bahkan menggagalkannya jika mereka sanggup. Namun, seperti yang nyata, setiap profesi memiliki tujuan untuk terlaksana dengan baik. Kegagalan di satu bidang, menghasilkan bidang yang lain. Tujuan Gakushuu kali ini adalah kegagalan para dokter. Dan ia memang harus begitu.

Kenapa mahluk yang hidup membenci kematian?" Suara asing itu muncul kembali, namun sedikit berbeda. Seperti suara seseorang yang hidup dalam pikirannya.

“Karena, seperti yang kaulihat, hidup adalah kebohongan yang indah, sementara kematian adalah kebenaran yang menyakitkan."

Kedua kalimat itu bergema dalam benaknya, seperti sebuah rekaman percakapan, entah kapan ia lupa. Ia hanya merasa pernah mengucapkan kalimat kedua. Suara itu melanjutkan.

Aku tidak. Aku akan menerima kebenaran itu ketika sudah saatnya. Jadi, jangan ragu untuk membawaku pergi dari keindahan yang menyesatkan ini."

Dentang jam mengembalikan Gakushuu dari dimensi pikirannya, menunjukkan bahwa waktu berubah menjadi 1 Maret. Dengan perlahan, jari kurusnya meraih tubuh lemah bertopang alat penyambung hidup. Mata terpejam itu terbuka perlahan, menimbulkan keributan dalam ruangan. Bibir itu bergetar lirih seraya merkuri menangkap bayangan yang hanya dia yang melihatnya.

“Karma—"

“Aku... Tidak bisa, ya..." Serak bisikan terkulum senyum, “Baik... Kuterima kamu, dan bawa aku ke tahun yang baru. Yoroshiku, ne.

Ato wa... Minna, sayonara."

Dengan lembut, jemari sang Shinigami menutup manik madu itu untuk selamanya. Bunyi monitor nyaring menoreh perasaan Gakushuu, panjang dan dalam. Setetes air mata tertinggal sebelum ia menghilang.

Shinigami itu sadar.

Ia patah hati.

——————————————————————

Pagi sudah terang, sinarnya lembut mencapai titik dimana setiap orang telah memulai kesehariannya. Jejak hujan semalam menguarkan aroma khasnya. Dalam bilik putih yang sama, namun telah berbeda, Gakushuu kembali tenggelam dalam memorinya. Angin mengibarkan kelambu putih perlahan, dan tentu saja menembus tubuh astral tersebut. Shinigami itu menggumamkan sebuah nama. “Karma..."

Pintu geser yang terbuka memotongnya. Berbalik, violet mendapati si Bluenette berdiri di hadapannya. Tangannya menangkup seutas semanggi empat kelopak yang telah mengering. Senyum pahit yang tulus menghiasi wajah sedih itu, hingga akhirnya dia berucap, “Hei, teman khayalan Karma, lepas dari kau nyata atau tidak—sulit mengerti pikiran Karma-kun—tapi, jika kau memang ada dan berada di sini, kuharap kau mau mendengarkan."
Gakushuu mendengarkan.

“Aku tahu ini mungkin terdengar gila, bodoh, sarkas atau semacamnya, terserah. Aku hanya jujur ingin mengatakan, terima kasih. Terima kasih, telah menemani dan membuat Karma kami bahagia hingga detik terakhir." Nagisa meletakkan semanggi kebahagiaan itu di atas kasur yang telah rapi, “Ini, ambil atau tinggalkan, terserah. Kami tidak akan kembali ke sini lagi."

Gakushuu memperhatikan punggung kecil itu menghilang di balik pintu. Setelahnya, ia berganti memperhatikan daun kecil yang dipetiknya dulu. Luruh, ia mengambilnya, dan menghilang dari ruang pucat itu.

Sakit.

——————————————————————

“Kedua kalinya," Sosok angkuh menyambut kemunculan Gakushuu. Yang ditegur diam saja. “Sekarang apa lagi?"

Gakushuu menunduk, tak acuh memainkan semanggi diantara jari-jarinya. Sosok senior itu mengancam. “Kau ingin aku menahan jiwa itu sekalian, hm?"

Jari itu berhenti. Terdapat momen hening cukup lama, hingga akhirnya Gakushuu mengeluarkan sabitnya dan membuangnya di antara posisi mereka berdua. Terbelalak, senior itu melangkahkan kakinya mendekat, namun ditahan oleh gestur Gakushuu.

“Kenapa kau melakukan ini?! Bodoh ya?!" Marah sang Senior. Yang diamuk tetap diam tak peduli.

“Gila. Kau tidak akan bisa reinkarnasi!"

Gakushuu menantang mata yang senada dengan miliknya tersebut. Sayangnya, kaca miliknya tak lagi bersinar dan diselimuti keputus asaan.

“Aku... Cukup di sini saja."

“Jangan bodoh. Hanya demi manusia, kau mengorbankan keberadaanmu?"

Gakushuu hanya tersenyum.

“Mereka bisa terlahir kembali. Sementara kau? Shinigami tidak bereinkarnasi."

Butiran sinar kecil menguap dari tubuh Shinigami muda yang semakin melebur. “Aku selesai."

“Kenapa kau—"

“Dunia tanpa mereka adalah tempat yang tak bisa kuhadapi. Aku selesai."

“Asano Gakushuu!"

“Dah, selamat tinggal, Ayah."

“Tidak—" sang Ayah mencoba meraih cahaya terakhir yang ada sebelum menghilang. Namun yang didapatnya malah semanggi kering. Menggenggamnya, butir air mata mendarat di atas pijakan.

“Padahal Ayah telah menyimpanmu," Sesalnya pada daun tersebut. Sayang, semua telah terjadi tanpa bisa ditarik kembali. Sosok senior itu menunduk, menarik napas dalam.

“Kau terlalu manusiawi..."

——————————————————————
———————— TAMAT ————————
——————————————————————

A/N:
Hai, Haru di sini.
Baik, kurasa ini penutup yang aneh dari fiksi bodohku yang lain. Tidak biasanya kami membuat dengan genre selain humor/creepypasta, dan ini efek gloomy selama UN dan perpisahan, juga asupan animanga dan tontonan serta bacaan yang isinya angst semua. Intinya, kami sedang OOC dan maaf jika cerita ini tidak enak disantap. Kritik saran diterima, mohon dengan tata krama.

Blip.

Ciao, Hatsucchi desu!
Endingnya gantung gak jelas, ya? Wwww maaf, moodnya hilang di dua bait terakhir dan jadilah sesuatu uang dipaksa ada. Jangan lempar saia~ *glundingan /dsiu
Setiap review akan dibaca dan dihargai, terserah mau dimana (FFn, Blog, Line) dan masukan akan diterima. Yang kokoronya poteq juga silahkan curhat heu-heu. *sengaja /jahat
Apa? Oh, kebanyakan bacot, ya? Oke.

Blip.

Terima kasih sudah berkunjung, kapan-kapan main lagi, ya.

Avril 20, '16.
Id: 4626177, sign out.

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father