WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

The Revolving Door — 2

Sebelumnya...

‘Tidak, kau salah.'

Aku terkejut menatapnya, tapi aku terus berjalan menuju pintu masuk. Hotel ini punya dua pintu, seperti hotel kebanyakan. Di sini terdapat pintu putar dan pintu biasa di sebelahnya. Aku memilih lewat pintu putar. Ketika aku semakin dekat dengan pintu, sensornya menangkap gerakanku dan pintunya mulai bergerak. Aku segera melewati pintu pertama dari empat pintu yang ada, yang dengan cepat menutup di belakangku. Lalu tiba-tiba pintunya berhenti bergerak.
Bagus… aku mendorong jendela di pintunya agar kembali bergerak, tapi aku tidak bisa menggerakkannya sema sekali. Aku memanggil resepsionis, tapi dia sepertinya tidak sadar ataupun mendengarku. Aku mengetuk jendelanya dan melambai untuk mendapat perhatiannya tapi dia berjalan menjauh tanpa sedikitpun melihat ke arahku. Aku memukul pintunya lebih keras. Aku menendang jendelanya, aku mulai memukuli kacanya, tapi pintu itu sama sekali bergeming tak bergerak, bahkan tidak rusak.

Haah… aku hanya bisa menunggu bantuan datang. Pastinya saat menjelang pagi orang-orang akan mulai datang. Matahari pagi tinggal beberapa jam lagi. Aku mendapat ide untuk menghubungi meja hotel, tapi aku ingat kalau aku meninggalkan ponselku di kamar tadi. Aku duduk membelakangi kaca dinding terluar, menatap tiga bagian lain dari pintu putar. Aku menutup mataku beberapa saat agar waktu terasa berjalan lebih cepat. Ini memberiku waktu untuk berpikir kenapa aku bisa berada di sini.

Terasa beberapa jam berlalu. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini. Di luar masih gelap gulita, tidak ada sekelebat cahayapun yang tampak, tapi bagaimana mungkin? Aku sudah terjebak lebih dari 3 jam, aku yakin itu. Aku bangun dan menengok ke dalam, untuk melihat apakah resepsionis itu sudah kembali. Tapi dia belum kembali. Aku mencoba mendorong pintunya lagi. Tapi tetap saja tak bergeser.

Aku menyandarkan belakang kepalaku membelakangi kaca dan berdiri terus selama beberapa saat,
Ketika tiba-tiba aku mendengar seseorang bernapas pelan di belakangku. Aku berbalik dan menatap lurus ke sepasang mata wanita di bagian sebelah kanan pintu putar. Dia menekankan tangannya ke kaca, matanya besar, hampir melompat keluar dari kepalanya. Tertutupi oleh rambut pirang kelabunya yang tak disisir, bibirnya pecah-pecah dan dia lebih pucat dari pada aku. Bibirnya bergetar dan terlihat seperti ia ingin menyampaikan sesuatu. Cahaya suram di belakangnya membuat penampakannya berpijar aneh. Akhirnya, aku mendapat keberanian untuk bicara.

‘Permisi, nona… aku terjebak di sini. Bisakah kau membantuku?’

Tidak terkejut, dia hanya terus menatapku, tidak merespon. Perlahan dia melepas tangannya dari kaca dan menunjuk ke bawah. Ia tidak melepas matanya dariku. Aku menundukkan kepalaku sedikit untuk melihat apa yang dia tunjuk, tapi aku tak ingin berpaling darinya. Dari sudut mataku aku melihat sesuatu tergeletak di tanah.

Ponselku! Keren!

Aku berjongkok untuk mengambilnya dan melihatnya.

Bagaimana bisa ini di sini? Aku mendongak untuk bertanya pada wanita itu, tapi… dia menghilang. Apa maksud semua ini?

Aku kembali memeriksa ponselku dan kulihat baterainya terisi penuh. Segera, aku menghubungi meja hotel dan menunggu seseorang mengangkatnya.

Setelah itu, aku melihat resepsionis kembali ke meja dan mengangkat teleponnya.

‘Akhirnya,’ ujarku padanya ketika melirik ke lapangan parkir di depan hotel. ‘Dengar, aku tahu ini terdengar ganjil, tapi aku terjebak di pintu masuk. Bisakah kau membantuku keluar?’

Aku menunggu responnya, tapi aku tidak mendengar apapun. Aku kembali melirik meja untuk memberi sinyal padanya. Jantungku berpacu saat aku melihat sesuatu tertulis di kaca pintu dimana wanita tadi berdiri beberapa menit lalu. Aku menjatuhkan ponsel dari tanganku saat aku melihat huruf-huruf besar dari sesuatu yang tampak seperti darah.

GAMBAR.

Gambar? Melalui celah di antara huruf-huruf itu aku mencoba mengintip resepsionis di mejanya. Tapi dia sudah tidak di sana lagi. Apa aku benar-benar melihatnya? Tentu saja aku melihatnya. Seseorang mengangkat panggilannya… ataukah itu perbuatan si wanita itu?

Tidak, tidak mungkin.

Aku memperhatikan kata itu lagi dan duduk di lantai untuk mengambil ponselku.

Mungkinkah maksudnya adalah gambar di ponselku?

Aku membuka folder gambar di ponselku dan melihat-lihat. Foldernya menunjukkan satu gambar. Itu fotoku dengan seorang wanita di depan sebuah rumah. Di depan kami ada gadis kecil yang bermain denhan beruang teddy. Banyak bagian blur di gambar ini dan aku memakan waktu cukup banyak untuk mengenali wanita di sampingku. Aku memperbesar gambarnya di bagian si wanita. Wanita yang cantik, sungguh. Rambut pirang, mata biru yang indah dan senyuman cerianya.

Sesuatu kembali padaku.

Dengan segala kebingungan dan masalah tentang pintunya, aku sungguh lupa kenapa aku mencoba keluar dari tempat awal.

Mungkinkah aku meninggalkan rumah karena wanita ini? Lalu kenapa kepalaku benar-benar kosong?

Aku mendongak dari ponselku dan melihat kalau tulisan di kaca itu perlahan memudar…

Aku tahu wanita ini. Kami bersama-sama! Aku cukup yakin kalau dia adalah istriku. Dan ya, kami punya seorang anak perempuan!


———

Sekarang menjadi tenang selama beberapa saat. Pemicu kembalinya sebagian ingatanku kini sudah menghilang.

‘Halo? Jamie? Apa kau ingat? Kau ingat apa yang terjadi?’

Itu suara yang sama. Lagi! Aku bangkit berdiri dan melihat ke sekeliling untuk melihat adakah orang di sekitarku. Mungkin itu wanita yang kulihat sebelumnyalah yang sedang memanggilku. Tapi semua sisi di pintu putar ini kosong.

Aku mengecek ponselku untuk melihat kemungkinan suara itu berasal dari sana. Tapi tidak… aku sendirian di sini. Pastinya aku tidak mengkhayal apapun!

‘Diam!’ Aku berteriak pada suara itu.

Sunyi senyap…

Aku kembali duduk, melihat sebagian ruangan dari balik jendela. Aku menutup mataku dan meyakinkan untuk tidak menjadi gila.

‘Mommy tidak ingin denganmu lagi.’

Aku membuka mataku dan melihat seorang gadis kecil berdiri di depanku. Aku duduk berlutut dan mendekati gadis itu.

‘Hey, aku tahu siapa kamu,’ ucapku padanya sambil tersenyum. Gadis itu tidak membalas senyumanku.

‘Apa kau mengingatku, daddy?’ tanyanya padaku.

‘Tentu saja, kamu Celine, 'kan?’

Dia tersenyum padaku sekarang, menunjukkan giginya. Hal itu kembali padaku. Putriku, umur 8 tahun. Dia selalu suka mengenakan gaun putih, seperti yang ia pakai sekarang. Dia menggendong beruang teddy dengan satu tangan. Tangannya yang lain sedang membawa sebuah ponsel.

‘Daddy sedikit kebingungan. Apa kau tahu apa yang sudah terjadi?’ tanyaku padanya.

Dia mengangguk.

‘Akankah kau bercerita padaku?’

Dia menggeleng.

‘Hmm? Tak apa memberitahunya padaku, sweetie.’

Dia berdiri diam, berpikir.

‘Aku tidak bisa memberitahumu, daddy…’

Aku memperhatikannya, berpikir apa yang harus kukatakan agar ia mau memberitahuku

‘…tapi aku bisa menunjukkannya padamu kalau kau mau.’

‘Apa maksudmu, kau akan menunjukkannya?’

Dia tertawa. ‘Kau lucu, daddy. Aku akan menunjukkannya padamu, oke?’

Aku mengangguk padanya. Dia berbalik dan mulai bermain dengan ponselnya. Aku berdiri dan mendekat ke dinding kaca untuk melihat apa yang ia lakukan.

‘Dilarang mengintip!’ Perintahnya padaku.

Ponselku mulai bergetar di sakuku. Aku mengeluarkannya dan menjawabnya. Aku melihat Celine meletakkan ponselnya di telinganya.

‘Hello?’

Not fin yet

Intip Sekalian!

Random: Screaming Lynne