WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

The Revolving Door — 1

Aku melihat diriku sendiri di cermin, tidak benar-benar sadar betapa buruknya penampilanku. Kulitku tampak sangat pucat dan aku punya kantung mata yang sangat gelap. Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku sedikit limbung ke depan, mencengkramkan tanganku di sekitar wastafel. Aku tidak tahu betul sudah berapa lama aku berdiri di sini. Aku juga tidak tahu dimana aku tepatnya.
Pikiranku kosong selama beberapa hari.

Baiklah, aku sedang di hotel, cuma itu yang kutahu.

Tapi aku tidak punya petunjuk ataupun alasan kenapa aku ada di sini.

Kenapa aku pergi dari rumah?

Aku berpaling dari cermin, menunduk menatap saluran air. Tercium bau besi di area kamar mandi kecil ini. Ini seperti salurannya tidak dibersihkan dalam waktu yang lama, dengan lapisan debu tebal di atasnya. Aku membuka kran untuk membersihkannya. Air mulai keluar perlahan, menimbulkan suara yang membuat rileks. Aku memejamkan mata dan mendengarkan aliran airnya.

Tanganku… mereka merah. Aku membuka mataku lagi dan melihat kearah tanganku. Aneh. Apa ini?

Darah? Bagaimana bisa tanganku berlumuran darah? Setidaknya ini menjelaskan asal bau tadi. Aku memasukkan tanganku kedalam air mengalir dan mulai menggosoknya.

Aku mematikan kran air dan pergi meninggalkan kamar mandi. Ruangan hotelku bukan ruangan elit. Seperti faktanya, ini jauh dari kesan elit. Temboknya retak, catnya mengelupas dan banyak kerak di sudut ruangan. Aku duduk di kasur yang sudah lapuk dan menutupi wajahku dengan kedua tanganku.

Apa yang sudah seirang pria lakukan sampai berakhir di tempat seperti ini, pikirku.

Aku mendengar suara.

Tidak, bukan dengan cara yang gila. Temboknya tidak terlalu tebal, jadi sepertinya aku bisa mendengar suara dari penghuni kamar sebelah. Aku coba menyimak apa yang sedang mereka bicarakan.

‘Apa kau mendengarku?’

‘Bagaimana menurutmu?’

‘…tidak merespon…’

‘Kenapa tidak?’

‘Ini tidak akan berhasil.’

‘…bahkan jika di sini.’

Suara-suara itu timbul tenggelam. Itu terdengar seperti argumen, aku pikir mereka tidak senang dengan hotel ini. Aku tidak bisa menyalahkan mereka. Tapi itu bukan masalah. Aku bangkit dari kasur dan berjalan ke dinding untuk berteriak bahwa mereka perlu diam. Aku mendengarkan lagi selama beberapa saat, tapi suara-suara itu sudah berhenti. Bagus.

Kupikir aku akan kembali ke kasur, mencoba tidur sebentar dan aku akan mencoba menyegarkan kembali pikiranku.



*****

Suara bising dari dering telepon. Itu merupakan salah satu suara terburuk untuk membangunkanku. Aku meletakkan ponselku di atas meja di sebelah kasurku saat aku masuk ruangan ini. Aku perlahan membuka mataku dan mengambilnya. Aku mengangkat penggilannya dan mendengarkan suara dari telepon seberang.

‘Halo?…’ Ucapku dengan suara serak. Aku terus mendengarkan, tapi tidak ada satupun yang merespon. Aku menunggu dan mendengarkan selama beberapa menit…

Aku melihat ke layar dan barusan sadar kalau itu cuma alarm ponsel yang kuaktifkan yang mengeluarkan suara berisik. Alarm menunjukkan pukul 3 AM, apa yang sudah kupikirkan? Aku membuang ponsel ke ujung ruangan, berbalik dan mencoba kembali tidur.

Aku sudah berputar dan berguling selama beberapa jam. Sial. Aku tidak bisa tidur lagi. Aku bangun dan duduk di salah satu sisi kasurku. Kurasa inilah akhir dari malamku. Kalau begitu aku akan pergi keluar dan melakukan jalan-jalan malam. Aku berganti baju, membawa kunci kamar bersamaku, dan mengunci pintu di belakangku.

Lorong di lantai 4 sangat panjang dan gelap, cuma ada beberapa lampu kecil yang meneranginya. Di sisi kamarku ada elevator. Di sisi lain dekat dengan sudut lorong terdapat tangga. Aku memasukkan tangan ke dalam saku dan mulai berjalan menuju tangga. Sepanjang aku berjalan di lorong, aku melirik ke pintu kamar lainnya. Kebanyakan dari mereka terdapat kartu ‘jangan ganggu’ tergantung di kenop pintu dengan nama tamu penghuni yang tertera.

‘Jangan pergi ke sana!’

Aku langsung berhenti berjalan sebelum aku berbalik ke sudut. Aku melihat ke belakangku untuk mencari siapa yang berteriak padaku. Itu suara wanita. Tapi tidak ada siapapun di lorong.

‘Halo? Siapa itu?’

Tidak ada respon. Aku mulai berjalan kembali ke arah kamarku untuk melihat mungkin kalau ada orang yang bersembunyi di elevator. Aku langsung memencet tombolnya begitu aku sampai dan pintu elevator pun terbuka perlahan. Aku mengintip ke dalamnya dan melihat kalau tidak ada siapapun di dalamnya. Terlanjur, akupun masuk ke ruangan kecil itu dan bergegas ke lantai dasar.

‘Kau akan berada di sini selama beberapa saat.’

Suara itu lagi. Aku melihat sekeliling dengan panik untuk melihat dari mana asalnya, tapi aku tidak melihat seorangpun bersamaku di dalam elevator. Apa aku mulai gila?

Dengan hentakan, elevator berhenti di lantai 2. Aku merapat ke dinding, takut untuk bergerak.

Pintu terbuka perlahan dan aku bisa melihat ke arah lorong. Tapi sekali lagi, korong itu kosong. Pintunya menutup lagi dan elevator kembali bergerak.

Aku meyakinkan diriku bahwa tidak ada yang mengikutiku. Aku pasti berimajinasi tentang suara itu. Sekarang sudah pukul 4 pagi, jadi tidak akan ada orang di sini yang masih terbangun, memperhatikanku. Aku menenangkan diriku dan segera setelah elevator berhenti di lantai bawah, aku buru-buru keluar.

Akhirnya aku melihat wajah yang familiar. Aku menyapa resepsionis ketika aku lewat dan dia memberiku senyuman tipis, menunjukkan ekspresi terkejut karena kemunculanku di waktu semalam ini.

‘Cuma ingin jalan-jalan malam,’ Ucapku padanya.

‘Tidak, kau salah,’ gumamnya.

• Not fin yet •

Intip Sekalian!

Random: Screaming Lynne