Angsa Kertas
Aku kenal seorang anak laki-laki. Namanya Araki dan kami sering main bersama. Ibunya dan ibuku berteman baik.
Selang
beberapa waktu, dia pindah sekolah dan kami hilang kontak. Tapi, ibu
kami masih berteman dan saling berhubungan. Biasanya, ibuku akan cerita
padaku tentang kabar Araki.
Saat
aku SMP, ibu memberitahuku bahwa Araki sedang sakit parah. Dokter
berkata bahwa hidupnya tidak akan lama. Ibu ingin aku menjenguknya di
rumah sakit. Meski sudah lama aku tidak bicara dengannya, ibu tetap
memaksaku, jadi aku menurut saja.
Sesampainya
di rumah sakit dan masuk ruangannya, Araki sedang tidur. Dia tampak
pucat dan kurus. Di meja samping ranjangnya, ada seribu bangau kertas
yang tersusun rapi. Ada kartu ucapan juga, tertulis: “Dari seluruh
kelas”.
Di
Jepang, origami sangat populer. Orang-orang melipat kertas ke berbagai
macam bentuk. Bangau kertas melambangkan permohonan. Di Jepang legenda
mengatakan kalau kau membuat 1000 bangau kertas, maka permohonanmu akan
terkabul.
“Baiknya,”
pikirku. “Seluruh murid di kelasnya membuatkan 1000 bangau agar dia
lekas sembuh. Pasti memakan waktu lama. Teman-temannya pasti
menyayanginya.”
Bangau-bangau
kertas itu dirangkai dengan benang. Saat kupegang untuk melihat-lihat,
satu bangau kertas jatuh. Untuk menyembunyikan kesalahanku, aku
mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku.
Araki
pasti mendengar suara gemerisik, karena dia terbangun. Kami berbincang
ringan sebentar. Namun, dia sangat letih dan sepertinya tak punya tenaga
untuk bangun. Setelah beberapa menit, dia tak bisa menahan matanya dan
jatuh terlelap. Aku pergi diam-diam tanpa berpamitan dengannya.
Sesampainya
di rumah, kukeluarkan bangau kertas itu. Sepertinya ada yang tertulis
di dalamnya. Berhati-hati kubuka lipatannya. Di balik kertas itu
tertulis, dengan huruf besar-besar, satu kata berulang-ulang:
“Mati! Mati! Mati!"