WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Kamar Hotel

Ini terjadi saat aku kira-kira masih tujuh tahun.

Selama musim panas, keluargaku pergi ke Vietnam untuk mengunjungi keluarga selama sebulan. Selama di sini, mereka memutuskan untuk tinggal di hotel bintang empat dan orang tuaku mendapat kamar terpisah dari aku dan kakak laki-lakiku.

Kamar hotel yang kami huni ada di lantai tiga, dan pintu-pintu berjajar di dinding lorong dengan banyak sekali kamar-kamar hotel. Di ujung lorong, ada satu pintu yang dekat dengan kamar lain, dan tidak ada nomor kamarnya. Kupikir itu aneh, tapi aku tidak terlalu menghiraukannya.

Aku dan abangku segera masuk ke kamar kami, kami melihat kamarnya berisi dua kasur, sebuah balkon, dan satu kamar mandi, beserta benda elektronik lain. Abangku langsung masuk kamar mandi dan mandi setelah perjalanan jauh, sementara aku berbaring di kasurku, yang paling dekat dengan kamar mandi, mencoba tidur sebentar. Setelah beberapa menit, kudengar suara abangku di sebelahku berkata, “hei, hei”, terus-terusan, tidak menunggu responku. Merasa dia cuma sedang iseng, kubuka mataku, dan terpaku. Di ujung mataku, aku bisa melihat sosok sedang tiduran di kasur abangku, tapi dia tidak seperti orang biasa. Aku jelas ingat kalau sekujur tubuhnya merah darah, seolah-olah orang itu baru saja dikuliti, dengan wajah menyeringai, aku juga jelas ingat apa yang dia katakan padaku saat aku membuka mata: “Apa kau bangun?”

Aku hampir jatuh dari ranjang dan menghantam pintu kamar mandi, meneriaki abangku agar cepat keluar. Ketika dia membuka pintu, setelah lima menit penuh aku berteriak dan menjerit, dia bertanya ada apa. Setelah menjelaskan kejadian padanya, dia sepertinya tidak terlalu memikkirkannya. Aku belum pernaah mengalami kejadian seperti tadi sebelumnya, jadi pikiran naifku membiarkan dan melupakannya.

Malam berikutnya, abangku tiduran di kasurnya sambil nonton T.V, dan aku berdiri di balkon, memperhatikan lampu kota. Aku mendengar cekikikan di belakangku, tapi kupikir itu cuma suara T.V, sampai suara itu mendekat dan semakin dekat ke telingaku, seakan siapapun yang sedang terkikik itu wajahnya tepat di belakang kepalaku. Ketakutan lagi, aku kembali masuk kamar, tapi memutuskan untuk tidak menceritakannya.

Esoknya, kami menghabiskan waktu di kamar sementara orang tua kami pergi jalan-jalan dan, karena masih bocah, kami tidak minat untuk pergi ke luar. Aku dan abangku sedang saling gurau lalu aku mendorongnya keluar kamar dan mengunci pintunya. Dia terus mengetuk pintunya, tertawa dan minta dibukakan pintu, yang pastinya kubalas dengan protes. Kemudian dia berhenti mengetuk. Merasa dia mengerjaiku, aku memanggilnya. Dia memukul pintunya dan berteriak, “Biarkan aku masuk, kumohon! Cepat buka pintunya!” Terkejut, segera kubuka pintu dan dia hampir terjerembab masuk, meraba pegangan pintu dan langsung menguncinya. Dia gemetaran dan napasnya tersengal-sengal seolah dia baru berlari sejauh satu mil. Saat kutanya ada apa, dia menjawab bahwa ada seseorang yang keluar dari pintu tak bernomor di ujung dinding dan berjalan ke arahnya membawa pisau.

Orang tuaku langsung menyuruh berkemas dan memindahkan kami ke hotel lain.

Sampai hari ini, aku masih tidak paham apa yang terjadi di hotel dan kamar hotel itu, dan sejujurnya, kurasa aku tidak mau mencari tahu.

Intip Sekalian!

Masuki Dunia Penderita Skizofrenia Melalui Karya Seni

Mad Father