Hatred Doll
Aku teringat masa laluku. Saat itu aku masih seorang anak
SD yang tidak tahu apa-apa, dalam masa perkembangan dan berusaha
mengimbangi sekitarnya dengan mengikuti teman-temannya. Sebagai anak
yang baik, aku tidak pilih-pilih dalam berteman dan mudah saja
ikut sana-sini, tanpa ada yang mengganjal. Tapi, tidak semua orang itu
sama, bukan?
Ada, saat itu beberapa anak membuat circle di antara mereka dan menyebut diri mereka sebagai “sahabat". Mereka sudah paten dalam sepaket, memperlakukan siapapun di luar circle
mereka seolah dalam lingkup berbeda. Apalagi jika ada seseorang yang
tidak mereka sukai. Mereka, yang masih belum sampai umur 10, jago sekali
memainkan topeng masing-masing. Tapi mereka masih belum cukup pandai
mengolah dialog mereka. Lucu sekali.
Saya, yang bisa dibilang tidak terikat circle manapun, ikut pada siapapun yang terbuka padaku. Saat itu aku dekat dengan beberapa circle, termasuk circle A yang agak 'dijauhi' oleh anak-anak lain. Seorang anak dari kelasku berkata, “Haru, sejak kamu dekat dengan mereka, anak-anak mulai menjauh dari kamu, lho."
Aku
hanya meng-ooh-kan saja. Sadar bahwa teman-jalanku mempengaruhi
pandangan orang terhadapku, akupun mulai menjaga jarak, inci demi inci.
Betapa penurutnya saya pada omongan orang, dan betapa rasa tidak suka
dari orang ketiga dapat mempengaruhi hubungan saya dengan orang lain.
Ha-ha.
Juga, suatu ketika aku ditanya, “Siapa orang yang
kamu benci saat ini?" Aku hanya tertawa, kering. Pasalnya, ketika ada
yang berbuat salah padaku, biasanya kuselesaikan pada saat itu juga,
kemudian melupakannya. Tidak ada yang namanya benci berurat akar.
Pernah
sekali aku menuliskan 'orang yang kubenci' di atas catatan kecil, dan
seseorang membacanya dengan seizinku. “Haru, kenapa kamu membenciku?"
Aku
terdiam. Bukan karena tidak mau menjawab—bahkan aku tidak tahu
jawabannya apa. Aku tidak sedikitpun membencinya. Sungguh. Aku merasa
netral saja terhadap teman-temanku. Tidak ada rasa suka, apalagi benci.
Kutulis namanya dalam kertas itu tanpa suatu alasan khusus. Aku hanya
menulisnya karena circle A memberitahuku bahwa mereka tidak menyukainya. Itu saja. Dan karena kebodohanku, aku melukai perasaan seseorang yang baik hati.
Kini,
setelah bertahun-tahun terpisah dan tak pernah berkontak mata, aku
teringat. Aku berfikir, apakah perasaan anak kecil yang labil atas dasar
sensasi mencari perhatian itu masih membekas dalam sejarah mereka?
Hmm...
Sekarang, berpindah ke lain sisi. Entah sebuah
karma atau apa dari cerita sebelumnya, aku (mungkin) mendapatkan peran
sebagai teman-yang-tertulis-di-atas-kertas.
Aku duduk di bangku SMP, lebih tertutup terhadap lingkungan, dan mempunyai circle sendiri. Seperti sebelumnya, aku tidak merasakan letupan emosi spesial sebagai seorang remaja. Hanya sedikit berubah dari sebelumnya. Bisa dibilang lebih emotionless dan aku telah menemukan topengku sendiri. My mask is bloody awesome. Dia
bisa membuatku tampak lebih manusiawi. Dia penuh emosi, sementara
jiwaku serata lantai marmer. Sekali lagi, aku masih tidak punya rasa
benci pada seorangpun.
Apa mau dikata, ketika seorang teman dalam circle-ku memberitahuku, “Kautahu, si ini dan teman-temannya tidak suka padamu, lho."
Aku tahu itu, pikirku.
Jelas aku tahu. Selama ini aku pasif dalam sosialisasi dan lebih fokus
untuk menajamkan kepekaan terhadap sekitarku. Tapi tetap saja, saya
bukan cenayang ataupun pembaca pikiran, jadi... Yeah. Aku tidak tahu
atas dasar apa mereka membenciku. But 's ok, I'm not bothered by that. I'm not even care about that. But yeah, I'm still curious about their reason.
Sulit
memang mengerti perasaan orang lain. Menjadi sosok yang dicintai semua
orang tanpa terkecuali itu minim kesempatannya. Apalagi di zaman seperti
ini, hampir mustahil. Kau bisa mendapat penggemar sebanyak yang kaumau,
tapi tetap saja, tidak semua orang akan begitu. Kau tidak akan lepas
dari rasa benci dan iri hati.
Tapi... aku merasa bahwa
aku hampir tidak pernah punya rasa benci pada orang lain. Aku hanya
berfikir, jika tidak suka, ya jangan diperhatikan. Jangan dekat-dekat.
Lupakan saja. Semudah itu. Untuk apa menghabiskan waktu dan tenaga demi
orang tidak kita suka? Sama sekali tidak ada faedahnya.
Bukan berarti aku tidak punya sosok yang kubenci.
Aku
tidak bisa jauh darinya. Bahkan tanpanya, aku mungkin tidak ada. Seumur
hidupku, selama aku masih berada di dunia ini, aku tidak akan mampu
lepas darinya. Dia yang membentukku, menopangku, membuatku ada sebagai
manusia. Dia juga yang akan selalu ada meskipun aku menjadi manusia
satu-satunya di dunia. Dia yang membuatku melakukan apapun untuknya, dia
juga yang membuatku mampu melakukan apa saja. Dia yang tidak bekerja
sesuai apa yang kuinginkan. Dia yang membuatku kesal. Dia membuatku
disukai orang-orang. Dia membuatku kecewa dan marah. Aku membencinya,
tapi tidak bisa meninggalkannya. Itu yang membuatku muak.
Orang itu adalah aku.
Bukan karena dipecundangi dunia atau penolakan sosial yang menyedihkan, apalagi masalah cinta menye-menye
ala bocah alay zaman sekarang, bukan. Aku benci diriku, murni karena
diriku sendiri. Aku yang ada saat ini. Aku yang menulis ini. Aku yang
bernapas dalam diri ini. Aku tidak menyalahkan Tuhan, orang tua, dunia,
ataupun manusia. Mereka semua baik-baik saja, tidak ada hubungannya
dengan masalah dalam diri ini. Apakah ini termasuk penyakit kejiwaan? Low self-esteem?
Baca ini, aku!
Aku tidak suka padamu!
Aku benci caramu menjalani hidup ini penuh rasa pesimis! Pikiran negatif! Terus saja berpikir aku tidak ini aku tidak itu aku tidak bisa apa-apa dan jadi orang tidak berguna bagi satupun mahluk di dunia ini. Kamu itu sampah! Dunia lebih baik jika orang-orang sepertimu itu mati! Tuhan membencimu! Malaikat membuangmu! Surga tidak menginginkanmu! Lalu sekarang kau mau apa?
Aku tidak suka padamu!
Aku benci caramu menjalani hidup ini penuh rasa pesimis! Pikiran negatif! Terus saja berpikir aku tidak ini aku tidak itu aku tidak bisa apa-apa dan jadi orang tidak berguna bagi satupun mahluk di dunia ini. Kamu itu sampah! Dunia lebih baik jika orang-orang sepertimu itu mati! Tuhan membencimu! Malaikat membuangmu! Surga tidak menginginkanmu! Lalu sekarang kau mau apa?
Aku tidak mau kau ada, tapi
tanpamu aku bukan apa-apa. Sebagai sisi gelapku, aku tidak akan
membiarkanmu menang. Aku tidak akan memberimu kesempatan untuk muncul
dan mengambil alih. Cukup kau lihat saja, saksikan saja. Aku tidak akan
kalah darimu. Sadar aku tidak bisa menghapusmu, aku akan coba
menyamarkanmu. Menimbunmu di tumpukan paling dasar, sementara aku akan
belajar dan terus belajar darimu, berusaha agar tidak sepertimu.
CAMKAN
ITU, AKU! AKU TIDAK AKAN MENGALAH SEDIKITPUN MESKIPUN ITU DIRIKU
SENDIRI! CATAT DALAM HATIMU, LARUTKAN DALAM ARTERIMU, TANAMKAN DALAM
OTAKMU, BAHWA AKU TIDAK AKAN KALAH DARIKU!
—
Midday darkness,
HatsuHaru, 08102016.
HatsuHaru, 08102016.