WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Mama's Little Mice

Ini pertama kalinya aku pergi ke Disneyland. Orang tuaku tidak pernah mampu membawaku berlibur, ataupun bersenang-senang. Aku merasa beruntung bahwa aku, sebagai orang dewasa, mampu mengumpulkan uang yang cukup untuk membawa anak-anakku pergi berlibur ke sana. Akupun sama semangatnya dengan mereka. Aku menyewakan sebuah kamar hotel terbaik yang bisa kudapat untuk mereka, yang mana cukup dekat dengan taman itu.

Hotelnya menakjubkan, tapi kami sedikit kesulitan di sini kecuali ketika pagi hari kami baru tidur, dan saat malam ketika kami akan tidur. Istriku, puteri tertuaku, dan aku mampu mengatur jadwal kami dengan cukup baik, tapi kmi sedikit kerepotan dengan putri bungsu kami, Maggie. Dia baru 7 tahun, dan di hari kelima liburan kami dia sudah tidak kuat keluar dari kamar. Kami segan meninggalkannya sendirian, tapi karena dia tidak sakit, kami beranggapan kalau dia tidak apa-apa. Aku memberitahunya untuk memanggil kami jika perlu sesuatu.

Istriku terlalu khawatir untuk bisa menikmati hiburannya. Dia tidak bisa naik rollercoaster, jadi kami memilih untuk nonton film 4D saja. Aku melihatnya tertawa beberapa kali, namun dia masih saja khawatir. Pikirannya ada di tempat lain, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa ketika putri sulung kami, Sophia, keluar untuk membeli jus bluberry lagi.

Setelahnya, kami makan siang di tempat yang penuh sesak, dan istriku mulai merasa sakit. Ada seorang wanita dengan 6 anak beberapa meja dari tempat kami. Semua anak-anaknya memakai jaket abu-abu dan topeng Mickey Mouse yang sama. Mereka sangat berisik hingga membuat istriku sakit kepala.

“Ayo, katakan pada ayah kalian kalau kalian mencintainya. Dia akan marah jika kamu tidak melakukannya.” Ucap wanita itu, sementara salah satu anaknya menangis.

“Aku mencintaimu Ayah,” Kata anak itu, “Dadah.”

“Ya, begitu.” Ujar wanita itu, “Nah Dean, sekarang giliranmu.”


Istriku tidak tahan lagi dan kami kembali ke hotel sebelum kami sempat memesan apapun. Kami sampai di kamar kami, dan Maggie sedang tertidur di tempat yang sama seperti ketika kami meninggalkannya. Istriku sangat lega, sampai kami sadar bahwa kami meninggalkan Sophia di taman. Aku meraih ponselku untuk menghubunginya sambil bergegas kembali ke taman, dan menyadari bahwa aku mematikan ponselku dari tadi karena menonton film. Ada satu pesan di kotak suara.

Suaranya sangat berisik, seakan peneleponnya berada di tempat yang penuh sesak. Lalu Sophia bicara, menangis:

“Aku mencintaimu Ayah, dadah.”
*

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father