Belajar Mengabaikan
Aku khawatir pada wajah-wajah aneh yang kulihat. Biasanya muncul di motif karpet, atau kertas dinding yang melapisi dinding kamar mandiku. Kasus ini punya sebutan; pareidolia. Ini sebenarnya cukup wajar termasuk sering mendengar suara-suara aneh dari kucuran air. Cukup sulit menjalaninya selama beberapa hari, bertahan dengan wajah-wajah seram dan suara serak yang jelek. Mereka membombardir pengelihatan dan pendengaranku secara konstan, tapi, aku belajar untuk mengabaikannya.
Aku khawatir pada kasus halusinasi lainnya. Mereka tidak benar-benar normal, tapi aku belajar beradaptasi. Sama seperti wajah dan suara-suara, aku meyakinkan diriku untuk membiarkannya. Aku tidak perlu menghambur-hamburkan uang untuk orang yang cuma memaksakan pil ke dalam tenggorokanku. Halusinasi ini terlihat seperti serangga-serangga hitam kecil merangkak di seluruh kulitku. Aku juga melihatnya di pakaian, seprai kasur, dan dinding. Aku belajar memahami, bahwa mengusir serangga-serangga itu tidak menghasilkan apa-apa. Yang terbaik, mereka meninggalkan tanda kemerahan di sekujur lengan dan kakiku. Kadang, mereka menggelitikiku membuatku kaget dan menampar diriku sendiri. Tapi, aku belajar untuk mengabaikannya.
Aku khawatir pada foto dan lukisan di dindingku, dan bagaimana cara mereka bergerak. Terkadang, terlihat seakan mulut mereka bergerak. Seperti mereka mencoba berbicara padaku. Biasanya, itu cuma foto nenekku yang sudah meninggal. Rahangnya bergerak naik dan turun, bibirnya bergetar membuka. Tapi, daripada terisi penuh barisan gigi dan gusi, hanya ada kegelapan penuh di dalam mulut itu. Dengan cepat hal itu menyebar pada gambar yang lain termasuk foto peliharaanku. Melihat anjingku yang mati berbicara padaku adalah yang terburuk karena dia memiliki banyak sekali gigi dan dia selalu terlihat marah padaku. Aku belajar mengalihkan perhatian pada karpet, meski di karpet terdapat wajah juga. Foto-foto itu bisa menjadi-jadi, tapi aku belajar untuk mengabaikannya.
Aku khawatir pada bau aneh yang tercium dari kamar ayahku. Aku tinggal di rumah, seperti yang kaulihat, karena semua hal yang bisa kulihat, kudengar, dan kualami dalam keseharianku. Itu tidak terlalu buruk, apalagi setelah mengetahui kalau serangga yang mengerumuni ayahku hanyalah halusinasi. Sama seperti gambar yang berbicara, suara dalam air mengalir dan wajah-wajah dalam motif-motif.
Ayah tidak keluar dari basement sejak beberapa waktu lalu, tempat di mana dia tertidur. Aku memeriksanya setiap hari, tapi tidak ada yang tampak berubah. Mungkin ia memerlukan waktu sendiri. Aku akan membiarkannya beberapa hari lagi sebelum membawanya mandi. Kau mungkin mengira seharusnya ayahku mulai menyadari baunya, tapi mungkin, sama sepertiku, dia belajar untuk mengabaikannya.