WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Masterchef Al-Sekoting! — Ch. 2

“Tinggal satu jam…"
“Mereka sepertinya sudah banyak menyiapkan segala sesuatunya."
“Aaaku tidak sabar! Yum!"
“Ada aroma aneh dari sebelah sana,"
“Bau ini… sepertinya aku tahu kelompok mana yang akan menang."
“Tolong, Ustad Mike, jangan membuat spoiler."

 ———

Fanfiction: Masterchef Al-Sekoting! © Ha-kun, Ha-chan Wasakhowatin / Hatsu Haru (id: 4626177)
Shingeki no Kyōjin © Hajime Isayama


Humor, Parody, OOC, absurd, typo, R.I.P EYD.
Twoshoot.
PG9+ or Rated K.
Don't Like, Don't Read. Read the rules!

———

Kembali pada dua jam yang lalu, dimana semuanya baru saja dimulai.

Kalau yang lalu kita bicara tentang kesiapan kelompok satu yang anteng dan pro, berarti saatnya membahas kelompok rival di dapur sebelah timur; kelompok dua.

“Masak apaan, nih, kita?" ucap Connie sambil duduk di bangku kecil. Sasha di sebelahnya mengobrak-abrik karung terdekat.

“Yang gampang aje dah, gak usah muluk-muluk." Eren jongkok di lantai, mengambil setangkai kucai dan memainkannya.

Joko menyela, “Beli jadi aja atau gimana? Pake bakso lu, Rus."

“Enak kali kau bicara. Ogahlah aku memberi makan satu angkatan sendiri. Rugi aku."

“Yaah ntar patungan, ya 'kan, gaes?"

““Ogah.""

Kompak tolakan untuk Joko. Yang ditolak cuma merengut.

Tiba-tiba Sasha berteriak, “Ikan!"

Semua menoleh ke arahnya. Dengan berbinar dia menunjuk keluar teralis kayu jendela, tepatnya pada sebuah kolam. “Kita goreng ikan aja!"

Semua saling tatap muka, berpikir. “Boleh, tuh."

“Masaknya juga cepet, 'kan, ya?"

“Hm, hm."

“Yoosh! Ayo masak! Cepat, keburu buka!"

““HOOOH!""

Semua bersemangat setelah dibagi tugas. Rustam dan Joko berteleport ke pinggir kolam, dengan sigap menangkap semua ikan yang ada.

“Ayo, Jok! Ini lele susah kali matinya!"

“Pukul kepalanya, trus taburi garam biar mampus." Jawab Joko sambil menarik jaring ikan dan menampung tangkapannya dalam bak besar. Rustam menatap jengkel ikan lele yang menggelinjang-gelinjang nakal di tangan kirinya, sementara batu di tangan lainnya.

“Kaauu… badung kali kau! Makan ini! Ini! Ini!"

Rustam mengayun lengan berbatunya, mencoba menghantam kepala lele itu. Tapi si lele lebih sigap dan rese'.

Duk!
Duk!
Duk!
Duk!
Crak!

“Woo!!!" Setelah berulang kali usaha, akhirnya dia berhasil menuntaskan satu bagiannya. “YOLO!"

Jan seneng dulu, baru satu juga." Joko kembali mengangkat jaring dan berucap seraya menuang buruannya dalam bak. “Masih ada empatpuluh delapan lagi."

Dan pekerjaan mereka terus berlanjut.

———

Sekarang kita lihat bagian dalam dapur.

Connie dan Eren mendapat tugas mempersiapkan bumbu dan lalapan, sedangkan Yamirah dan Sasha sedang memasak tahu tempe dan nasi.

“Itu cabenya gue yang urus, ya. Lu kupas bawang aja." Ucap Eren sambil nunjuk sekeranjang empon-empon. Connie menatapnya curiga.

“Ren, puasa. Jangan mikirin cabe mulu. Dosa, lho."

Eren facepalm. Sepertinya presepsi mereka tentang ‘cabe' 100% berbeda.

———

“Bajigur! Ini ikan bikin jengkel sekali. Frustasi aku!"

Duk! Duk! Duk! Duk!

“Kenapa kita dapat bagian semacam ini?"

Duk! Duk! Duk! Duk!

“Kenapa ini ikan harus banyak?!"

Dukdukdukdukcrak—

“Ikannya nyebelin semua lagi. Sampai kesal aku mengerjakannya!"

Crak! Crak! Crak! Crak!

“Tak tahan lagi aku! Rasakan ini!"

Crakcrakcrakcrak— “Rus, stop, Rus!"

Crakcrakcrak— “Rustam! Woi! Rus!"

Crakcrakcrakcrak— “RUS WOEY ISTIGHFAR!"

“…Hah? Apa?" Rustam mengerem serangannya dan menatap Joko seakan linglung. Joko menegurnya tidak sabar. “Gak usah segitunya! Kenapa lu sampe hancurin kepalanya, sih?!"

“Ha?" Rustam menunduk dan menatap ikan korbannya. Refleks ia melompat terkejut. “MasyaAllah, khilaf aku!"

Terasa hawa dingin merambat di punggung Joko. Lain kali dia harus hati-hati.

———

Blug, blug, blug, blug.
Cess…
Tak, tak, tak…

Sasha terlihat damai di antara harmoni peralatan dapur yang memantul di dinding dapur yang kecil. Dia sedang sibuk memotong-motong tahu tempe dan menggorengnya dalam jumlah yang cukup banyak.

Tak, tak, tak, tak.

“Sa, nasinya udah, nih." Ymir mematikan api kompor dan memindah isi dandang ke dalam bakul, untuk yang keempat kalinya.

“Eh, udah, ya? Ah, kalo gitu…" Sasha mengambil setumpuk sayuran yang sudah dipotong pantas. “Ini, ganti goreng lalapannya."

Ymir sweatdrop. Sejak kapan ada lalapan digoreng?

———

“Ren, yang ini juga?" Connie mengangkat sebuah bawang bombay di depan wajah temannya. Eren yang masih sibuk dengan cabe-cabenya, cuma melirik sekilas dan mengangguk.

“Iya, kupas semuanya sampe bersih, ye,"

“Semuanya, Ren?"

“Ho-oh."

“Sampe bersih?"

“Iye… bawel lo. Udah kerjain keburu jadi minion lu ntar."

Dan sepertinya Connie masih demen jadi manusia. Minion emang hebat.

———

Sementara di kubu selatan…

Taktaktaktak—
Sreng… Cess—
Blugblugblug—
Taktaktaktak—

Tampaknya semua berjalan sesuai skenario yang dituliskan Ha-kun selaku author.

———

Kembali ke dapur timur…

“Nyahahaha!"

Dukdukcrot—

“Hahahaha!!!"

Dukcrakdukduk—

“MUAHAHAHA!!!"

Dukcrakdukcrakdukcrot—

Tampang horor muncul di wajah Joko. Matanya terpaku melihat gundukan lele mati dengan kepala gepeng yang terus bertambah, dengan kecepatan yang ekstrem.

“Mati kau! Mati! Mati!" Crak—

Bertambah satu lagi. Joko merasa sedang menyaksikan hukuman dari neraka.

Dia puasa, gak, sih?

“Mati! Mati! Muahaha!"

Seperti yang diduga, mungkin neraka kehilangan satu algojonya.

———

“Ren, kenapa gak bersih-bersih, sih?" Connie terlihat serius mengupas bawang. Matanya sampai merah dan berair.

Eren memeriksa pekerjaan partner dapurnya. “Oh? Kalo bawang merah mah kupas selapis aje, yang kering. Udah, beres."

Mata berair Connie berlinang sayu. Tangannya gemetar. “Tapi, Ren…

“Ini bukan bawang merah,"

“Lah? Bawang kecil warna merah, apa lagi kalo bukan bawang merah?"

“Ini… bawang bombay."

Krik.

“MASYAALLAH LU APAIN BAWANG BOMBAY AMPE KECIL BEGITU? TRUS KENAPA WARNANYA MERAH? LU NGUPAS BAWANGNYA AJA KAGAK USAH TANGAN LU JUGA!"

Kurasa Connie cuma terlalu semangat mengupas, Ren.

———

Joko sudah ada di dalam dapur, menyetor ikan yang sudah dia bersihkan untuk digoreng.

“Nih, Mir, Sa, ikannya. Udah gue bersihin tadi."

Sasha menerima sekeranjang ikan pemberian Joko. Yamirah menatapnya tidak yakin.

“Itu… kenapa bentuknya absurd begini?"

Joko facepalm. “Jangan… tanya."

Samar terdengar tawa jahannam dari kejauhan.

———

“Ren… masih berapa lagi bawang yang kudu dikupas…?"

“Udah, Con! Udah! Biar gue aja yang kupasin! Lo obatin dulu aja itu tanganlo!"

“Gak bisa, Ren, aye kagak tanggung jawab, dong,"

“Connie, plis! Berenti, Con, berenti!"

“Kagak, Ren! Aye gak bisa diginiin terus! Aye kudu tatakae!"

“CONNIE STOP TANGANLO UDAH GAK BERBENTUK CON LAGIAN ITU TATAKAE PUNYA GUE!"

“Eren… tolong…"

“OII P3K DONG TOLONGIN OI—"

“Tolong… pedih…"

“CONNIEEE!!!"

Bawang memang sesuatu. Berjuanglah, bozu-shounen!

———

Di luar dapur, masih terjadi kerusuhan individu. Joko yang kembali lagi untuk menyelesaikan pembedahan perut ikan pun tercengang. Aura film Hollywood genre suram menyeruak ke seantero pesantren. Pemandangan di depannya benar-benar akan membuatnya menjadi anak yang rajin sholat dan mengaji.

Dengan dramatis, ember plastik antipecah murahan di tangannya terjun bebas mencium tanah. Kakinya lemas, tangannya gemetar menunjuk jejadian yang asik berritual ria di pinggir kolam.
“Rustam… kerasukan apa lo…?"

Yang diajakin ngomong cuma menoleh inosen.

“Eh, Joko, kenapa kau? Lunglai begitu. Mana semangat masa mudakau?"

Joko tidak menjawab, masih dengan posisi nunjuk-gemeter-nahan-pipis-nya. Rustam menaikkan satu alisnya, bingung. Ia mengikuti arah yang ditunjuk Joko. Dan…

“Aah darah!
“Macam mana bisa aku tertutupi darah?!
“Hyaaa—"

Screaming like a girl. Dark side milik Rustam cukup psycho juga ternyata.

Well, kendalikan dirimu, Nak. Jangan suka bawa arit kemana-mana, ya. Nanti kena tangan bisa berdarah. Kalau begitu, kamu bakal transform jadi titan lagi. Jangan cari sensasi, ya. Bagus.
Maa, karena sepertinya suasana cukup heboh dan melibatkan benda-benda gaib, lebih baik kita skip ke 25 menit menjelang buka dan penjurian.

———

Semua makanan sudah siap. Tinggal menunggu bedug dan adzan, maka penjurian akan dimulai. Asik beristirahat, sampai jeritan ala perawan menggantikan O².

“GYAAAH KITA LUPA TAKJIL!"

Lima orang lainnya menatap bocah brunette itu ngeri. Sontak kalang kabut debat kusir, akhirnya musyawarah memutuskan untuk mengambil jalan tikus.

“Tidak ada waktu… kita pakai ini saja."

———

Semua hidangan sudah tersaji apik. Terlihat sajian kelompok 1 yang pro dan mengugah selera, ikan asam manis dan terong balado, juga kolak dan es degan yang sedap. Semua sajian itu menuai pujian dari para juri.

Di sisi lain, kelompok dua…

Tatapan ustad Rifa'i mengintimidasi. Murid-murid itu menunduk takut, berkeringat dingin. Ustadzah Hanji masih dalam mood yang baik. Kyai Irvin tetap tenang. Tapi, entah kenapa, ustad Mike tampak bungah.

Setelah mencicip dan menulis skor, mereka mulai mengumumkan pemenang dan menampilkan total perolehan poin masing-masing.

“Yang berhak mendapat tambahan nilai di pelajaran Keterampilan Rumah Tangga adalaaaaah… *drumroll*

“Kelompok 1:
Irvin: Takjil—8, Lauk—8.5
Hanji: Takjil—9.5, Lauk—9.5
Mike: Takjil—8, Lauk—8
Rifa'i: Takjil—7.5, Lauk—8
Total: 70.0!

“Sedangkan Kelompok 2:
Irvin: Takjil—7.5, Lauk—7
Hanji: Takjil—9.5, Lauk—9.5
Mike: Takjil—8.5, Lauk—10
Rifa'i: Takjil—10.9, Lauk—7
Total: 69.9!

“Kelompok satu pemenangnya dengan selisih 0.1 poin! Yay!"

Semua peserta heboh dengan hasil yang super-mega-nyaris itu, riuh rendah. Sebuah penampakan muncul di sudut remang-remang taman masjid, mengurut dagu sambil memandang curiga.

“Sudah kuduga."

.* EnD *.

Niatnya dipajang sehari sebelum takbiran. Apa daya, dimensi yang saya huni menghalangi sihir saya.
Saya minta maaf, di hari kemerdekaan ini. ALL HAIL AL-SEKOTING!
 
 Minal aidzin wal faidzin, Hatsu dan Haru mohon maaf dan mohon review. Merdeka.
—Haru.

P.S. Sstt, minna, ore, Hattchan, nulis chapter bonus untuk ini. Ore akan mengungkap misteri para Ustad-Ustadzah dalam proses penjurian, juga rahasia kenapa poin mereka beda secuil. Mau baca atau nggak, no problemo. Mau nambah pertanyaan juga boleh. Jadi jangan sungkan ya! *wink*

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father