A Can of Cola — Ch. 6 [FINAL]
“Eh?” Refleks Nagisa menghentikan kegiatannya,
mengerjap bingung pada siluet. Tanpa menoleh pun, bayangan itu tahu kalau lawan
bicaranya sedang meminta penjelasan. Ia mendengus, “Kamu... benci padaku,
‘kan?”
Murid baru terperanjat. Aku keceplosan! Segera ia mempercepat ganti bajunya dan dengan satu
gerakan ia menyibak tirai. Sebuah pungung berbalik terkejut. “Tidak! Kau salah
sangka. Aku tidak mengatakannya untukmu, kok!”
Manik Karma melebar, namun kembali lesu, membuang
pandangan dan tersenyum miris. “Hmph. Tak apa. Mengingat semua kelakuanku
seharian ini, hewan kecil yang baik sepertimu pantas untuk membenci predator
kurang ajar sepertiku. Kalau begitu, besok aku—”
“TIDAK!”
———
———
Fanfiction: A Can of Cola © Ha-chan,
Ha-kun Wasakhowatin / Hatsu Haru
Ansatsu
Kyōshitsu © Yuusei Matsui
·
KaruNagi/KarmaGisa.
·
Romance,
BL, humor, typo... I’m cursed.
·
Rated
T (13+)
·
Don’t
Like, Don’t Read.
———
Nagisa terkejut mendengar jeritannya sendiri. Ada
kekosongan di antara meraka. Nagisa melirik lantai. “Aku...”
Memang, sih, dia
sungguh merepotkan. Bahkan untuk orang yang baru setengah hari ditemuinya.
Tapi, entah kenapa, aku...
“Aku tidak...” –bisa—
“...Membencimu.”
Waktu berhenti bagi Karma, memberikannya kompensasi
untuk mencerna kata-kata itu. Akhirna ia tersenyum lega, mendekat pada Nagisa
yang malu-malu. Tangan kiri Karma menarik pelan kerah seragam siswa berkuncir
dua di depannya. “Kerahmu belum terkancing, tuh.”
Warna merah merambati pipi Nagisa saat Karma
membetulkan kancingnya. Sunyi sampai kelereng biru itu menangkap sesuatu
mencurigakan di tangan Karma. Sekedip dua tangan kecil menangkup tangan itu,
mengejutkan pemiliknya.
“Ini... kenapa?”
Karma menatap datar tangannya. “Ini? Lecet, ‘kan?”
“Aku nanya ‘kenapa’, bukan ‘apa’,”
“Oh... ini...” Karma melirik plafon, menerawang. “Aku
baru saja menangkap sebuah meteor yang nyasar ke arahmu,”
“Hei, hei,”
“Tapi ternyata itu sebuah UFO, dan di dalamnya ada alien aneh mirip tako keracunan. Kuning-kuning gimana... gitu. Kurasa dia membaca thread-ku dan mengincar sumber uangku yang
sedang sendirian di kelas...”
Nagisa mendengus, berjalan menuju kas berisi P3K.
“Ngomong apaan, sih.”
“Entah dengan apa mahluk itu akhirnya membuatmu
pingsan. Tapi, untung saja aku datang tepat waktu. Aku memang hero.”
“Iya, iya. Aku paham... jadi diam sebentar dan biarkan
aku mengobati lukamu.”
Karma membiarkan kapas basah itu disentuhkan pada
kulitnya yang terluka. Kapas itu terasa lembut dan sejuk.
“Kubuat dia pergi dari sini. Aku meledakkan kaleng
soda yang kubawa, tapi dia masih tidak mau pergi. Dia malah tertawa nurufufufu...”
“Oh...” Nagisa membereskan obat merahnya, “Lalu, apa
yang kaulakukan padanya, wahai hero?”
“Hm... kuberi mereka pilihan; sekarat atau mati.”
Karma memperhatikan hasil kerja Nagisa, puas. “Tapi mereka sudah hampir tewas
sebelum menjawabnya. Lalu dunia kembali damai. Tamaat~”
“Waah~ hebaat~” Terdengar tepuk tangan lemah dan
Nagisa tang tak tampak antusias. Karma menyombongkan dirinya, “Siapa dulu hero-nya,”
“Dasar anak kelas 2, kamu gak lolos dari sindromnya,
ternyata.”
Karma meringis tanpa dosa. “Cuma setengah, kok!”
“Apalah maksudnya kepalamu, aku sama sekali nggak
ngerti.”
“...” Karma tersenyum manis. “Tidak ada, kok. Tadi
cuma ada dua tikus yang mengganggu permainanku.”
Nagisa teeringat dua sosok yang masuk kelasnya sebelum
ia pingsan. Yang pasti bukan orang yang ingin ia temui.
“Melihatmu tidak sendirian saat aku ingin menemuimu
yang sendirian. Jadi kubuat agar kau tinggal sendirian. Dan akhirnya di sinilah
kita.”
“Kau tidak
berbuat yang aneh-aneh, ‘kan?” tanya Nagisa cemas. Karma terdiam, lalu
mendekatinya. “He-he. Kau cemas, ya~”
Warna merah tidak mau meninggalkan wajah Nagisa. Karma
mengacak pelan surai twintail,
tertawa. “Tenang. Setelah bertemu denganmu, aku tidak mau kena skors. Sungguh
mubazir kalau meninggalkan mainan baru yang belum selesai dicobain.”
Terdengar keluhan dari bibir Nagisa. Karma melompat ke
topik yang lainnya. “Kau sendiri kenapa pingsan? Bangunnya lama lagi. Aku sudah
menyiapkan karung untuk memasukkanmu dan membawamuu pulang. Eh, keburu bangun
aja.”
Dia merencanakan
penculikan, batin Nagisa. “Uh, yah,
aku sedikit kelelahan. Tidak sarapan dan melewatkan makan siang, seharian penuh
aku mengejarmu.”
Terlihat gores tipis merah jambu di pipi Karma.
“Mengejarku, eh? Kukira aku yang menghampirimu.”
“Itu... masalah buku...”
Suara dentang menggema di setiap sudut sekolah. Nagisa
kalang kabut.
“WUUUAAH JAM KE BERAPA INI?! BEL INI ‘KAN—”
“Sudah bel pulang,” jawab Karma santai. “Kau
melewatkan 3 periode dalam tidurmu.”
“LALU, LALU TUGAS DARI KOROSENSEI—”
Karma memegang pundak Nagisa lembut. “Tenang. Aku
sudah meletakkannya di meja Korosensei sejak jam pelajaran kedua. Sempat
kukoreksi sedikit, sih...”
Nagisa menatap Karma tidak percaya. Jadi usahaku semuanya sia-sia?!
Terlintas potongan-potongan kejadian sehari penuh.
Karma terkekeh. “Maaf membuatmu kehilangan kesempatan
belajarmu. Jika kau mau, aku bisa mengajarimu sepulang sekolah ini. Bintang
Merah ini bosan dan kesepian di rumah, lho. Kamu gak kasihan?”
Ketahuan ada niat terselubung dari tawaran ganti rugi
itu. Sebelum Nagisa menyadarinya, Karma menjatuhkan sesuatu di pangkuannya.
“Aku sudah mengambilkan tasmu. Jadi berterima kasihlah dan ayo pulang
sama-sama~”
“Ah, iya, terima kasih...” Nagisa tersenyum kecut. Mendadak
ia teringat sesuatu. “Oh! Hampir lupa!”
Nagisa mengobok-obok tas miliknya, sementara Karma
penasaran memperhatikannya. Beberapa saat kemudian, Nagisa mengeluarkan dua
jenis minuman berbeda di tangannya.
“He-he, ini sisa sekaleng yang kauberikan padaku tadi
pagi. Dan ini...” Nagisa menyerahkan
sekotak susu di tangannya. “Ini yang kauorder lewat telepon benang tadi,”
Diam, Karma menerima susu strawberry itu dengan heran,
sementara Nagisa sudah membuka sodanya. Melihat hal itu, Karma ikut meminum
susunya.
“Kelihatannya kau memang lebih suka jus dan susu
daripada soda, ya. Itu bagus,” ucap Nagisa sebelu menenggak minumannya. Namun
tangannya tertarik tiba-tiba, menjauhkan kaleng soda dari bibirnya, dan bibir
Karma menggantikannya. Refleks azure
yang terkejut itu tertutup rapat, membiarkan dominasi digenggam sang Bintang
Merah.
Terasa cairan hangat mengalir memenuhi rongga
mulutnya, menambah volume di dalamnya, lalu berganti dengan hisapan lembut yang
mencuri setengah cairan tersebut. Sebelum berpisah, jilatan manis menyapu bibir
mungil Nagisa seakan menyegel agar isinya tidak keluar. Nagisa memberanikan
diri membuka mata, dan sepasang mercury
angkuh mengisi pemandanngannya. Karma mengambil jarak aman bagi mreka.
Serempak menelan ramuan yang telah mereka buat, Karma
ingin segera mengatakan sesuatu, namun urung karena rentetan batuk memprovokasi
mereka.
“Uhk—aku tersedak. Uhuk—kh...”
“Guh—haah, haah... ha-ha,” Karma mengatur napasnya,
“Kh—he-he, rasanya aneh... ha-hah.”
“Kaukira bisa seenaknya—uhuk—membuat susu soda di
mulut orang—uhuk—lain?” Nagisa mengusap air matanya. “Sembarangan.”
Mereka tertawa bersama, mentertawakan kelakuan berdua.
Setelah batuk mereka reda, Kaarma kembali mencondongkan wajahnya pada Nagisa,
yang paham dan mulai menutup matanya.
Rasanya aneh dan
tidak terlupakan.
Itulah rasa dari
sekaleng soda,
Yang Akabane Karma berikan padaku.
Yang Akabane Karma berikan padaku.
• THE • END •
Nyahuuu~
Udah selesai ternyata kisah kalengan ini. Bingung mau seneng atau apa... yang jelas GUWE LEGAH! Fyuuh~ *melt*
Udah selesai ternyata kisah kalengan ini. Bingung mau seneng atau apa... yang jelas GUWE LEGAH! Fyuuh~ *melt*
Berkaleng-kaleng terima kasih pada kalian yang sudah
mau mampir sejenak, numpang baca, sempet review
bahkan yang setia follow dan ngasih fav. Ore cinta kalian semwaaaah~ *unlimited blow kiss*
Oke. It’s not a
farewell gals... kita gak akan berpisah di sini.
So... Kapan-kapan main lagi, ya~
So... Kapan-kapan main lagi, ya~
Juillet, ‘15
Id: 4626177, sign out.
Id: 4626177, sign out.
...
———
...
“...”
“Kenapa? Masih kepikiran rasanya, eh?”
“Ah, nggak... aku cuma masih heran, ini kapan kamu
ngambil ponselku, ya? Trus, gimana masukinnya ke dalam boneka? Gak kelihatan ada
bekas jahitan... dan ajaib waktumu cukup cepat untuk persiapan dan semua hal
gak penting lainnya.”
“Itu... ra-ha-si-a.”
“Ugh... terserah.”
“Ehe, gak papa kah?”
“Apanya?”
“Kelihatannya kamu bingung megangin punggung terus.
Ada yang sakit?”
“Yah... cuma bingung kenapa aku tadi bisa tidur di
atas pohon. Padahal aku yakin, aku gak naik sama sekali.”
“Oh... waktu itu kulihat kamu asik menggembel di bawah
pohon besar. Aku gemas melihat badanmu yang kecil itu, jadi kusangkutkan saja
sekalian di atas pohon.
“Lagian, kucing juga tahu kalau kamu tidak akan
sanggup naik ke sana sendirian. Terlalu kecil,”
Apa dan kenapa dengan
orang ini?
“Dilirik saja, sudah kelihatan kalau kamu itu
gampang...”
“Aku GAK gampangan.”
“He-he. Maksudku, gampang diangkat... seperti ini.”
—?!
“Tuh... ringan, ‘kan?”
“U-uwaaa— turunkan aku!”
“Hora... tinggi, tinggi~”
“HENTIKAAAN...”
“Ahahaha~”
-= True enD =-