WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

A Can of Cola — Ch. 4

Jam istirahat 1

“Gue… capek."

“Yang sabar…"

“Padahal gue gak salah apa-apa,"
“Hm…"

“Kenapa nasib gue jadi gini? Huu…"

“Udah, udah…"

Kokoro ini gak sanggup lagi… T^T"

“Iya… iya…"

“Kenapa, sih, dia?" Nagisa menarik bangkunya dan kembali duduk, terdengar desisan kecil saat ia membuka sekaleng soda pemberian Karma. Sedangkan di mejanya sudah banjir air mata.

“Huu… huhuu… hiks,"

Ikemen itu menepuk punggung si Kepala Jeruk itu pelan. “Dia tidak sengaja beradu siku sama Koro-sensei waktu antri beli roti di kantin dan menumpahkan vla dari puding Sensei."

“Ngamuk… hiks, Koro-sensei ngamuk kecepatan gurita(?) dan memberiku tugas tambahan yang berlipat ganda. Huaaa~" Tangis Maehara menjadi-jadi. “Hiroto nggak kuat lagiiih—"

“Cup, cup. Aku bantu, deh." Isogai menenangkan Maehara dengan lembut. Sekejap kemudian, ekspresi Maehara berubah terang benderang.

Cling.

“Isogai-kun memang hebat!" Serunya sambil merentangkan tangan, hendak melompat pada Isogai dan memeluknya. “Sayang kamu, deh!"

“…atau tidak." Sambung Isogai datar. Nagisa sweatdrop melihat mood Maehara yang kembali terpuruk dengan Isogai yang tertawa mengelus kepalanya. Dia bipolar, ya?

“Hm?" Nagisa menatap udara kosong di depannya, fokus pada inderanya yang lain. Matanya melirik kaleng di tangannya. Strawberry

Sekelebat bayangan melintas di pikirannya, membuat dadanya berdegub kencang. Dengan tangan yang lain, dia menutupi wajahnya yang mulai memanas.

Duh
Ini kenapa?

———

———

Fanfiction: A Can of Cola © Ha-chan, Ha-kun Wasakhowatin / Hatsu Haru

Ansatsu Kyōshitsu © Yūsei Matsui



• KaruNagi/MaGisa, MaeIso jadi pembuka.

Romance, BL, humor, OOC (maybe? Gomenne Mae-kun. Love ya,), typoaish.

Rated T (13+)

Don't Like, Don't Read. Kore wa ore no sekai desu. Get the rules, plz.


———

Entah sejak kapan. Nagisa tidak sadar, tahu-tahu sudah berhadapan dengan Karma. Tidak tahu muncul dari mana, mendadak Bintang Merah itu menghadangnya di lorong. Wajahnya terlihat sumringah seperti biasa.

“Pergi membeli makan siang?" Ucap Karma, santai bersandar di kusen jendela dengan siku lengan kirinya sebagai tumpuan. Tangan kanannya menggenggam sekotak jus.

“Ah, tidak, aku membawa bento dari rumah. Aku sedang cari minum."

“Buatan sendiri?"

“…um." Angguk Nagisa mengiyakan.

“Eeh~ Kurasa kau akan jadi istri yang baik suatu hari nanti." Karma nyengir tak berdosa. Nagisa menatapnya ngeri. “E-heh… nggak…"

Apaan. Aku 'kan cowok tulen.

“Karma-kun…" Nagisa menatapnya lurus. Karma mendengung, mulutnya memainkan sedotan. “Bisa kuminta bukuku?"

“Oh, ambil saja." Karma berdiri tegap menghadap Nagisa. Nagisa tegang mewanti-wanti apa yang akan terjadi. Tanpa diduga, Karma membuka kemejanya. “Nih."

“?!" Nagisa blushing parah, terpaku pucat melihat kelakuan Karma yang seenaknya. Terlihat badan atletis yang menguarkan aroma maskulin, dan sebuah buku catatan yang terselip di antara ban celana, menutupi sebagian perutnya. Nagisa mendelik horor. GILA LO!

“Hei, kenapa bengong?" Karma tersenyum miring. Nagisa panik. “Kaubilang ingin bukumu, nih, ambil sendiri."

“…ah, e…tto…" Nagisa terbata. Jarinya gemetar menunjuk badan Karma. “Ano… kenapa diletakkan di situ, sih?"

“Memangnya kenapa? 'Kan biar mudah bawanya. Buku ini terlalu besar, tidak muat di kantong." Elak Karma mengendikkan bahunya. Tembaganya mengerling nakal pada Nagisa yang memerah. “Lagipula, kita sama-sama cowok, 'kan? Jadi itu tidak masalah."

“…" Tanpa alasan jelas Nagisa sedikit tersentak kaget. I-iya, sihKenapa aku deg-degan?

“Cepatlah sebelum aku masuk angin."

“…" Nagisa tampak ragu. Alisnya berkerut dan pipinya memerah memperhatikan buku itu. Senyum Karma semakin lebar.

“Gak mau? Kututup, ya?"

“Jangan!" Akhirnya ia menyambar buku itu secepat yang lengannya bisa dengan mata tertutup rapat.

Dapat! Sedetik kemudian mata Nagisa lebar berbinar-binar. Dia menghela napas lega. Yokatta

“Nah, sekarang…" Karma membuyarkan kesenangan Nagisa. Dia perlahan memojokkan Nagisa ke dinding. Perasaan ngeri kembali menjalari tengkuk Nagisa. “…bantu aku merapikan lagi pakaianku."

Putus satu urat syaraf Nagisa karena lonjakan adrenalin yang meningkat tiba-tiba.

“I-iya, tapi…" Nagisa melirik arah lain. Rona wajahnya semakin pekat. “…jangan sambil kabe don begini…"

“Kalau kelamaan, aku bisa kedinginan. Dan kalau hal itu terjadi," Karma mengambil jeda dramatis dan mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Nagisa. “Aku akan menjadikanmu sumber kehangatanku."

Iiyaa—baik!" Nagisa refleks menjatuhkan bukunya dan dengan segera memasang kancing kemeja Karma. Karma bersenandung dalam hati. “Yang rapi, ya~"

“Baik!" Dengan gesit Nagisa menutup kancingnya satu persatu dari bawah. Ia menahan agar matanya tidak terpaku pada tubuh Karma yang terekspos liar persis di depannya. Keringat dingin mengalir di pipinya yang merah.

“Su-sudah," Nagisa membuang napas tertahannya saat ia mengancingkan kancing kedua di bawah kerah. Karma tersenyum puas.

“Nah~ begini 'kan bagus." Karma melepas kungkungannya terhadap Nagisa dan menyentak kerah kemejanya. Nagisa masih mengumpul-kumpulkan ketenangannya yang tercecer. Karma berbalik menjauh, melirik ke Nagisa sebentar dan berbisik.

“Seharusnya kau tidak perlu merapikannya. Biar aku kedinginan dan memelukmu seharian."

“Hn?" Nagisa yang tidak mendengar dengan jelas menatap Karma yang agak jauh memunggunginya. Karma mulai berjalan manjauh. “Jaa, Nagisa-kun. Semoga beruntung."

Nagisa diam melihat Karma yang santai menyusuri lorong. Setelah hilang dari jarak pandang, Nagisa tersadar dan berjongkok memungut buku yang dijatuhkannya. Dia itu kenapa?

Apa yang salah dengan isi kepalanya?
Ada apa dengan gaya hidupnya?
Aku gak ngerti.

Pikirannya melalang buana sejenak di hadapan buku itu. Pandangan kosong Nagisa menyapu permukaan sampul buku itu sampai di suatu titik, dia berhenti. Ada yang salah, pikirnya. Dengan segera ia membuka halaman pertama buku itu dan ta-dah! Kenyataan pahit menghantamnya lagi.

Buku itu…
Bukan bukunya.
Itu bukan tulisannya.
Karma memalsukan nama lengkap Nagisa di sampul buku itu.

Untuk sesaat pikiran Nagisa jadi blank.

Tulisan di halaman pertama itu membuat darahnya mendidih.

Kalimat “ANDA KURANG BERUNTUNG" yang diukir dengan huruf kapital dan diberi emoji itu sungguh menyakitkan mata dan batin.

Ingin rasanya berteriak memanggil nama mahluk usil yang satu itu.
KARMAAA-KUUUN!!!

Sang Hannin(*) yang merasakan gelombangnya hanya tertawa di kejauhan.

———

Jam ke 5
Pelajaran Olahraga

“Nagisa-kun! Aku ke lapangan dulu, ya! Kau tahu tempatnya, 'kan?" Maehara berteriak dari ambang pintu ruang ganti. Semangat dan keceriaannya tampak menyeruak keluar dari pori-pori kulitnya.

“Ah, yeah… um." Kepala biru Nagisa menyembul dari balik pintu loker. Rupanya ia belum selesai memakai atasan seragam olahraganya.

Kalau lapangan outdoor, siapa saja juga langsung tahu sekali lewat.

“Kalau begitu, aku duluan, ya!" Tampak lambaian tangan Maehara menghilang dari tempatnya berdiri. Sedangkan tangan lainnya mencengkram pergelangan orang lain. “Ayo, Isogai-kun!"

“Tu-tunggu dulu!" Isogai bingung karena tiba-tiba lengannya ditarik. Dengan terpaksa ia patuh terseret-seret oleh semangat Maehara. “Jangan lari di koridor! Hei!"

Nagisa tersenyum mendengar suara mereka yang semakin samar dan membayangkan kejadiannya. Nagisa akhirnya menaikkan risleting jaketnya dan merapikan gulungan lengan bajunya sampai siku. Saat ia menutup lokernya dan mulai beranjak, sesuatu menggelinding dan berhenti saat menyentuh kakinya.

Nagisa memungutnya.

Sekaleng soda
kosong?

Secepat kilat Nagisa menoleh ke arah pintu, arah asal dari kaleng itu. Namun, kosong. Tidak ada siapapun di sana. Nagisa juga memeriksa lorong, tapi hanya ruangan lenggang yang ditemuinya. Nagisa memperhatikan kaleng soda itu.

Ada seutas benang warna merah di bawahnya.

Telepon benang?

Nagisa menyusuri benang itu. Benang merah itu tampak mengilat terpantul cahaya matahari. Sepertinya benang itu tergantung keluar melalui jendela dan ujungnya berada di luar, bersama orangnya. Nagisa menengok keluar jendela untuk memastikan.

Hipotesisnya salah.

Benang itu melayang di udara, dan ujungnya berada di gedung seberang. Nagisa sedikit tercengang. Sentakan benang yang menegang mencuri perhatiannya.

Dengan hati-hati, Nagisa meletakkan kaleng itu di telinganya.

“……un…
“……sa… men… arku?
“…ti."

“Huh?" Mata Nagisa mencari-cari di balik jendela. Tapi gedung di seberangnya kosong.
Nagisa mendekatkan kaleng itu di depan bibirnya. “Maaf, aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas. Ganti."

Sepi. Nagisa kembali meletakkan kaleng itu di telinga kirinya, menunggu respon. Manik aqua-nya masih memelototi lorong kosong dari jendela seberang. Benang merah itu kembali menegang merambatkan suara balasan.

“Na…
“Gi…
“Sa…"

“Ng?" Nagisa memfokuskan diri pada bisikan terputus itu. Seketika matanya terbelalak kaget.

“KUN!!! ♥"

POP!

“Wuaah!"

Nagisa terlompat beberapa senti dari tempatnya, hampir menjatuhkan telepon kaleng itu. Semua karena sebuah kepala merah yang muncul sembarangan bersamaan dengan frekuensi kuat tiba-tiba dari kaleng kosong yang tepat menempel di telinganya.

“Yahoo~ ♪" Terlihat pelakunya melambaikan tangan dengan bahagia. “Nagisa-kun apa kau mendengarku? Ganti, ♪"

“K-Karma-kun… Apa yang sedang kaulakukan? Ganti." Nagisa menatapnya ragu-ragu. Dia memegangi dadanya yang rata(?) yang masih kena efek kejut. Karma masih berbunga-bunga. 

“Waah~ Kau bisa mendengarku! Sugoi~ Telepon benang memang hebat, ya! Kita nggak perlu pulsa ahaha~"

“Karma-kun bagaimana kau membuat telepon ini? Ganti."

“Kau tidak tahu? Ini 'kan mainan anak SD!" Mulut Karma melingkar lucu menanggapi pertanyaan Nagisa. “Kau hanya perlu dua buah kaleng kosong dan seutas benang, lalu buat lubang kecil untuk…"

“Bukan itu maksudku!" Potong Nagisa. “Maksudku, bagaimana caramu membuat telepon ini saling menyebrang gedung? Ini terlalu jauh untuk dilempar! Ganti."

Jarak selebar empat buah truk box yang dijajar memang bukan jarak yang sempit.

“Hm? Itu… Ra-ha-si-a." Karma menempelkan telunjuk di depan senyum misteriusnya. “Ganti,"

“Lalu, untuk apa kau membuat telepon seperti ini? Ganti."

“Tentu saja untuk bicara dengan Nagisa-kun!" Karma tersenyum lebar. “Aku merindukan suara indahmu! Ganti~"

“Alasan macam apa itu?" Nagisa tertawa garing. “Kalau kau tidak punya hal serius untuk dikatakan, aku akan pergi. Aku tidak mau Karasuma-sensei menghukumku hanya karena kaleng kosong. Ganti."

“Eeh, dingin sekali, sih." Karma pura-pura kecewa. “Apa kau sudah mendapatkan bukumu kembali? Gan-ti~"

Deg.

“Kau menipuku dengan buku palsu…" balas Nagisa lesu. “Kemana bukuku? Ganti."

“Tuh, di sana," Karma menunjuk sebuah lokasi di lantai dasar—bukan, lebih tepatnya menunjuk sebuah vending machine di depan loker sepatu. Karma melanjutkan, “Bisa kau belikan aku sekotak susu? Strawberry, ya, satu. Kutunggu di sini. Oke?

“Kuharap kau tidak tersesat. Aku mudah bosan. Ganti," perintah Karma seenaknya pada murid baru yang bengong di seberangnya.

“Kenapa kau menyuruhku seperti itu?!" Nagisa sewot. Telunjuknya menuding tegas. “Padahal tepat di belakangmu ada mesin penjual otomatis!"

Karma terkekeh tak bersalah. “Begitukah? Hm…
“Yakin tidak mau pergi?
“Padahal kurasa ada harta karun di sana,
“Tapi… kalau tidak mau, ya terserah—Ah!
“—lo? Halo?
“Suaramu terputus! Sepertinya sinyal(?)nya mulai bermasalah.
“Sudah, ya! Bai-bai!"

Dengan kecepatan tak kasat mata Karma memutus tali telepon benang itu. Dia santai melenggang pergi sementara Nagisa masih cengo.

Benar-benar
Ada apa dengan pola hidupnya.

apa yang dia siapkan di bawah?

Nagisa penasaran, ia turun ke lantai bawah dan menuju ke tempat loker sepatu. Di depan mesin itu ia berhenti. Maniknya menatap vending machine yang berdiri tenang menghadap pintu masuk. Satu menit terlewat tanpa ada yang berubah.

Nagisa menghela napas dan pergi meninggalkan mesin itu sendirian. Kakinya melangkah cepat menuju ke lapangan untuk mengikuti pelajaran.

Urusan bukunanti saja.
Aku tidak yakin dia akan langsung berbaik hati mengembalikannya.

“Maaf, saya terlambat!"

• T • B • C •

Sebel karena Ha-kun lebih peduli blog creepypasta-nya daripada aku di sini. Aku memang orang buangan… OTL /huks
Eniwey… kemarin ada yang minta peran Asa-tan(?), ya? Maaf, aku masih belum bisa ngabulin di sini. Nanti ide bercabang lagi dan bakal jadi neverending story… m(_ _)m
Kalau udah begitu… *lirik Haru

Hontou ni gomennasai! *bungkuk keras*
Okedeh, waktunya menerima review!

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father