WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

The Revolving Door — 4

Sebelumnya...

Ponselku mulai berdering. Aku berbalik, menempelkan ponsel ke telingaku dan mulai menyimak.

‘Apa yang terjadi?...’

‘Celine, kembali ke kamarmu. Mommy dan daddy sedang berbicara!
‘Kenapa kau membawa pisau?
‘Apa? Jauhkan barang itu…’

‘Daddy, hentikan!’

‘Diam, Nak, jangan menghalangi dan kembalilah ke kamar!’

‘Jamie, jatuhkan pisaunya sekarang juga.
‘Jamie… kumohon. Jangan lakukan ini.’

‘Daddy!!!’

‘Tapi ini yang kauinginkan, bukan? Aku terpisah darimu dan Celine? Baik, kalau aku tidak bisa memilikinya, begitu pula denganmu!’

‘Tidak!’

Aku bisa mendengar barang-barang yang terlempar di sepanjang ruangan, orang menjerit… sampai nada putus terdengar kembali. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku dan berbalik ke istriku yang menjatuhkan ponselnya ke tanah. Aku tidak melihat wanita yang sama lagi. Dia berubah menjadi wanita yang muncul di sisi lain pintu putar, wanita yang kulihat pertama kali. Awalnya aku tidak menyadarinya, tapi sekarang iya. Dia mengangkat lengannya dan menunjuk sesuatu di belakangku. Aku berbalik dan terpaku pada kalimat dari darah yang terukir di kaca.

Kau melakukan semua ini…

Apa yang sudah kulakukan… aku kembali berbalik menghadapnya dan aku melihat pakaiannya mulai berbalut darah perlahan. Aku cuma bisa berdiri diam dan melihat apa yang terjadi. Aku membunuh istriku?
Aku membunuh putriku dalam pikiran kalut?

Aku runtuh ke tanah dengan tangan menutupi kepalaku. Ini semua mulai jelas sekarang. Aku melakukannya. Aku pembunuh.

Aku tenggelam dalam rasa keabadian di ruangan itu, terganggu oleh jati diriku sendiri. Aku bangkit berdiri dan menatap nanar pintu putar yang mulai terbuka, tepat di depan mataku. Aku tidak lagi terjebak! Aku bisa berjalan pergi menuju elevator ke ruanganku. Aku merasa tergesa untuk kembali ke kamarku. Aku tidak ingin pergi meninggalkan hotel lagi. Ketika aku berjalan menuju elevator, aku mendengar suara yang familiar.

‘Mari kembali ke kamarmu, maukah kau?’



***

Petugas, diselimuti oleh pikiran yang berkabut, memasuki bangunan setelah tiga jam perjalanan. Dia mengecek pistol dan pangkatnya di pintu masuk.

‘Silahkan ambil tempat duduk di sebelah sana,’ kata si resepsionis.

Si Petugas, mengenakan pakaian kasual, blouse dan celana jeans dengan sneakers putih, menuruti kalimat resepsionis.

Setelah menunggu 15 menit, dia didekati oleh seorang wanita dengan jas lab putih.

‘Officer Martin?’ tanya wanita itu.

‘Ya, itu aku. Anda pasti Dr.
Colton,’ balasnya.

‘Tolong, panggil saja Alice. Jika Anda mau mengikuti saya. Saya berpikir hubungan Anda terhadap kasus ini cukup dekat?’ ucap Alice saat mereka menyusuri koridor panjang.

Petugas itu menjawab: ‘Ya. Umm… semacam itulah. Sejujurnya, aku ke sini karena alasan keluarga.
‘Kau tahu… korban yang terbunuh, mereka kakak perempuan dan keponakanku.’

‘Aku mengerti. Normalnya kami tidak mengijinkan tamu untuk mengunjungi pasien, tapi untuk kasus ini aku membuat pengecualian.

‘Hanya jaga semua orang agar tetap tenang.’

‘Mulutku tersegel rapat.’

Mereka berdua sampai di kantor, yang berada di ujung lorong. Mereka masuk. Petugas itu melihat sekeliling untuk mengetahui apa saja yang ada di dalamnya. Ruangan itu tampak sangat berantakan.

Banyak kertas yang berhamburan di segala tempat, beberapa rak dan laci terbuka dan ada setumpuk debu dimana terdapat diploma, foto dan benda lainnya.

‘Maafkan aku karena berantakan. Aku sedang mencari dokumen yang kauminta dan aku membuat sedikit kekacauan, aku takut…’

‘Tidak apa, aku tahu bisa sesulit apa untuk menemukan lembar kerja,’ jawab petugas itu dengan senyuman.

‘Nah, sekarang. Pasiennya. Jadi aku akan menjelaskan cara kami bekerja di sini. Apa yang kami lakukan adalah kami terus merekam audio setiap hari ketika melakukan perawatan pada pasien. Kami mulai dari menjemput pasien, kemudian membawanya ke ruangan dimana kami mencoba untuk bicara dengan si pasien.

‘Sekarang pasien ini adalah kasus yang ganjil. Kami tahu apa yang terjadi, semua keterangan ada di sini. Tapi… pria ini tidak sehat dalam level yang berbeda,’ Dokter itu menjelaskan.

‘Aku khawatir Anda akan menyesatkanku di sini,’ kata si Petugas.

‘Aku berpikir bahwa ketika kuperdengarkan padamu data rekamannya, itu akan lebih jelas bagimu.’

Dokter itu mengambil sebuah USB flash drive dari mejanya dan menyambungkannya pada komputer di mejanya.

‘Aku mendapat kebebasan untuk menyusun kutipan-kutipan paling penting dari keseluruhan sesi terapi itu untukmu dalam disk ini,’ ujar Alice sebelum ia memutar data audio itu.

Not fin yet

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father