WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Late Night Videocall

Tidak sabar jemari itu menyentuh layar likuid ponsel, membuat sebaris digit alamat dan menghubunginya.

Nagisa-kun

———

Fanfiction: Late Night Videocall © Ha-kun Wasakhowatin / Hatsu to Haru
Ansatsu Kyōshitsu © Yūsei Matsui
Horror, paranormal thing, creepypasta based on true story (E.S.-san's experience)
R13+ (T for Teen)
Don't like, don't read.

———

Detik digital berpijar merah terang menunjukkan angka 10:41 di malam hari. Sepasang kelereng sewarna mercury mencuri pandang, cemas memusatkan konsentrasi pada nada sambung monoton yang berjeda. Dia mendengus kesal seraya menjauhkan ponsel dari telinganya.

Dia kemana, sih.
Tidak biasanya membuatku menunggu.

Mendecih kesal, lelaki bersurai merah itu membuang ponselnya ke atas ranjang. Terlihat daftar log panggilan menyajikan sebuah nomor yang 27 kali gagal dihubunginya sejak setengah jam lalu.

Tangannya meraih laptop dan mengaktifkan pirantinya dengan kasar. Segera ia mengakses jaringan dan berusaha menghubungi orang yang sama melalui fitur video call. Biasanya ini akan efektif.
Menunggu lagi kesekian kali, akhirnya tersambung juga. Lepaslah desahan lega dari lelaki muda itu.

“Aah… akhirnya.
“Hei, kemana saja kau?
“Kenapa sulit sekali dihubungi?
“Apa kau travel ke negeri antah berantah?
“Hampir gila aku hanya karena gagal menghubungimu terus menerus."

Jemari tangan kiri pemuda itu mengacak helai merah kepalanya dengan gusar. Matanya kembali fokus pada monitor.

“Huh?" Alis di wajahnya bertaut asimetris. “Nagisa-kun, kau baik-baik saja? Kenapa kau lebih diam dari biasanya?"

Hening.

“Gelap sekali. Hanya ada sedikit abu-abu di layarku." Matanya memincing memperhatikan monitor yang didominasi warna hitam. Sesuatu bergerak perlahan  menunjukkan adanya penjawab di seberang panggilan itu. “Hei, hei, kau tak apa?"

Hanya gerakan kecil siluet itu sebagai tanggapannya.

“Ini… gudang? Lokasimu? Apa yang kaulakukan tengah malam begini?" Keping madu itu melebar, keganjilan ini mengundang rasa waspada dalam dirinya. Tak ada selain gemerisik lirih yang merespon rentetan kalimat tanyanya. Telunjuk pemuda itu menekan earphone ke telinganya dan telunjuk yang lain mengatur perbesaran volume suara.

“Nagisa-kun, mungkinkah…
“Sesuatu telah terjadi?!
“Apakah kau bersembunyi? Tersesatkah? Diculik?!"

Pats.

Tatapannya kosong tak percaya. Video call itu terhenti tiba-tiba. Organ dalam dadanya masih berpacu keras, syaraf cerdasnya sedikit kusut mencerna keadaan. Dia menggigit bibir bawahnya, gugup.

Dering ponsel membuatnya terlonjak kaget.

Tampak panggilan masuk dari nomor asing tengah menghubunginya. Panik, ia menyambar ponselnya dan menyimak.

“Ha-halo…"

Suara familiar menyapa telinganya. Karma-kun! Syukurlah.'

“N-Nagisa?!" pekiknya tertahan. “Kau…"

Aku minta maaf, aku tidak menghubungimu segera hari ini.
Asano-kun menugaskanku untuk merapikan gudang sepulang sekolah. Dan kurasa aku tidak sengaja meninggalkan ponselku di sana.'

“Ha—"

Saat aku ingin mengambilnya, ternyata sudah dikunci.
Mungkin besok akan kuambil kembali.' Terdengar tawa canggung dari seberang.

“Kau… dimana sekarang?"

Ah, aku baru saja sampai setelah mengejar kereta terakhir, dan untungnya aku sampai di rumah sebelum ibu pulang.
Kenapa memang?'

“…"

Karma-kun?'

“Ng—oh. Ya?" Jawabnya linglung.

Ada apa?' Terdengar nada khawatir dari lawan bicaranya.
“Tidak ada," balas pemuda itu dengan singkat. Fokusnya tampak mengambang. “…Kau yakin?"

Eh? Apa?'

“Kau… ah, lupakan." Ia mengeluarkan napasnya yang tertahan. Terasa kekosongan waktu di antara mereka, sampai pemuda bernama Karma itu memecahnya. “Nagisa-kun,"

Ya, Karma-kun?'

“Err… oyasumi."

Um, oyasumi.'

Tuut.

Orb emas itu kosong menatap layar ponsel berkedip di hadapnya. Masa kemudian beralih ke bidang yang lebih besar, memutar ulang rekaman video call yang otomatis masuk data penyimpanan. Video itu dihentikan di tengah durasi. Batin si pemuda menimbang bimbang.

Siapa

Matanya menyipit memperhatikan hal ganjil yang terekam. Garis siluet itu memang bukan bayangan Nagisa. Tampaknya orang asing ini memiliki rambut keriting dan tulang pipi yang lonjong, berbeda dengan Nagisa yang kuncir dua jabrik dan kerangka wajah bulat. Untuk komposisi wajah itu sendiri…

Gelap. Pencahayaan dari cam ponsel Nagisa terlalu minus. Benar-benar rata hitamnya.

Bagaimana membuatnya kembali berwarna?
……Mungkinkah

Ujung jemari Karma gesit menekan tombol-tombol komputernya dan mengotak-atik video tersebut. Setelah beberapa saat…

Klap.

Terlukis ekspresi ngeri di wajah tampan pemuda itu bersamaan dengan layar laptop yang tertutup kasar. Ia segera menyingkirkan laptop itu dan berbaring di kasur, gemetar memeluk diri sendiri.

Aku pastiterlalu lelah. Ya. Aku hanya terlalu banyak memikirkan sesuatu hingga letihku terabaikan.
Sekarang yang perlu dilakukan hanya tidur, melupakannya, dan semua akan kembali seperti biasa. Yeah. Benar.

Nah, baiklah. Selamat tidur.

Pemuda surai merah itu terbaring tenang, meringkuk sendirian di dalam selimut. Berharap ini hanya bagian dari mimpi buruknya.

Memangnya, apa yang ia perbuat pada gambar potongan video tersebut?

Kontrasnya. Pencahayaannya. Ia hanya menambah beberapa pencahayaan sampai tiba di titik yang benar. Dan ketika siluet itu mendapat warnanya kembali…

Kenyataan mengerikan menghantam kesadarannya.

3 menit bermain video call, fakta bahwa ia menghabiskan waktunya bersama… mahluk selain manusia normal, sukses menyiksanya. Mengerikan.

Mungkin ia tidak akan mengaksesnya selama dua pekan ke depan.

.* EnD *.

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father