WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Betrayer Sunset

Uragiri no Yuuyake, Matahari Terbenam Pengkhianat.

Storyline © Ha-kun Wasakhowatin

Uragiri no Yuuyake © Theatre Brook
*. Fictogemino.
*. Read. The. Rules. Thx.
*. Don't Like, Don't Read.



———

Entah kenapa mimpi ini terlalu nyata.

Meski berulang kali kubuka mataku, semuanya tampak tiada akhir.

Aku masih terus mendengarnya.

Suara aduan besi-besi tajam juga lengkingan tak merdu dari mesin-mesin penggiling yang penuh trik.

Aku masih terus merasakannya.

Epidermis terkikis seketika oleh sentuhan angin ribuan fahrenheit sekaligus dermis seakan mentega yang tersorot senja matahari penghianat dari kaki horizon.

Aku menyadarinya.

Kewajaran yang ganjil membuat semuanya mencolok sekali lirik.

Peri itu terus memohon meskipun bukan dia yang terluka. Pada akhirnya ia mempercepat langkahnya agar tidak satu matapun menangkap tetesan kristalnya.

Matahari kembali terbit dari arah yang dikehendakinya. Surai jingganya terempas angkuh ke belakang wajahnya. Seringainya mengantarkan deru semangat mesin yang selanjutnya memisah darah dari pembuluhnya.

Tangisan sunyi masih berlangsung, menyiksaku lebih dari nyanyian rantai yang berputar. Sayangnya aku hanya bisa menyaksikan dengan kesadaran yang bergantung satu jari.

Hari demi hari serasa déjà vu. Lihatlah peri yang pendiam di sana. Waktuku menjadi tebusan untuk pecahan cinta yang hancur.

Ingin rasanya meraihmu dan berkata, “Tenanglah, meski dialah matahari, aku akan tetap jadi pagimu."

Walau keadaan membuatku menelan kembali kalimat itu, tetap saja, aku tidak tega, melihat peri yang sendiri dan menjerit dalam diam.

“Aku tetap bersamamu, jadi… tersenyumlah."

Berharap nyata ini hanyalah mimpi jua, dan cakrawala esok membawa harapan kita.

Aku kembali membuka mataku untuk kesekian kalinya.

.* EnD *.

Silahkan baca dari bawah ke atas.

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father