At Any Price
Ketenaran. Siapa yang tidak menginginkannya? Mungkin beberapa orang lebih memilih untuk menghindari sorotan publik, tapi aku tidak. Aku berharap menjadi terkenal, mendambakannya, membayangkanya terus-terusan.
Aku tidak bisa berhenti memikirkannya, dan itu menjadi kekuatan yang membawaku pergi dari kehidupanku yang buruk dan membosankan. Dunia akan tahu semua tentangku. Banyak penggemar akan rela antri hanya untuk sebuah kesempatan melihatku atau mengambil fotoku. Aku akan jadi berita di surat kabar, online, radio, semuanya. Hampir semua orang di dunia setidaknya pernah mendengar namaku.
Masalahnya adalah, aku tidak punya bakat yang bisa membuatku terkenal. Aku tidak bisa bernyanyi, menari, menulis, olahraga, dan aku juga tidak termasuk cantik ataupun genius.
Dan aku tidak pernah ingin jadi terkenal karena hal-hal itu. Bagiku, bakat-bakat itu terlalu biasa. Ada ribuan orang dengan semua kelebihan itu. Tidak, aku mau sesuatu yang berbeda. Sayangnya, di sini yang ada cuma tidak lebih dari wanita biasa umur 20-an tanpa satupun hal spesial tentangnya. Rambut coklat, kulit pucat, benar-benar wajah yang biasa. Hidupku sungguh sangat tidak menarik dan aku juga tidak pernah tersenyum, sesuatu yang teman-teman kerjaku perlu untuk mengingatkanku terus. Duh, trims sudah membahasnya. Aku gak tahu aku tidak pernah tersenyum.
Mungkin jika mereka menjadi aku, mereka juga akan berhenti tersenyum. Aku hampir sama seperti semua wanita seumuranku lainnya, kecuali hal paling biasa dari yang biasa yaitu punya setidaknya satu hal yang mereka kuasai. Bukan aku. Si Nona Rata-rata. Sangat membosankan dan tidak mengagumkan.
Bagaimana bisa aku pernah bermimpi menjadi orang yang spesial? Itu menggelikan. Dan aku sulit untuk berhenti. Sepanjang hari, setiap hari aku berpikir tentang memiliki hidup yang lebih baik. Itulah bayangan pertamaku di pagi hari dan bayangan terakhir di malam hari. Bagaimana bisa aku diberikan hasrat semacam itu, dan kemudian, tidak punya cara untuk membuatnya jadi nyata? Itu kejam dan tak adil.
Aku jadi terobsesi. Lama-lama pikiran-pikiran itu mengambil alih hampir setiap momen di hariku. Itu mulai membuatku gila, awalnya cuma sedikit, tapi semakin banyak dan banyak seiring dengan obsesiku mulai memenuhi pikiranku. Aku tahu aku mulai hilang kendali. Harus ngapain? Apa yang kau lakukan kalau di posisiku? Aku coba ke psikiater, dia hanya ingin membicarakan tentang kurangnya rasa menghargai diri sendiri dan tidak bahagia dengan apa yang kupunya. Berani sekali dia? Apa dia tidak dengar apa yang menghabiskan siang dan malamku? Apa dia tidak paham? Berbahagia dengan apa yang kupunya. Pernyataan itu sangat-sangat konyol dan bikin marah. Oh, amarah terbentuk dalam diriku. Kau tidak bisa untuk mulai membayangkan. Hanya sebuah keinginan dan tak ada cara untuk membuatnya nyata. Dan obat-obatan? Gak guna. Semua itu hanya membuat otakku berkabut dan mengantuk.
Bagaimana aku bisa mulai untuk mendeskripsikan obsesi ini? Bayangkan punya pikiran tentang oksigen, air, atau makanan tiap menit di hidupmu. Ini bukan hanya hasrat. Ini kebutuhan. Aku harus jadi terkenal atau aku akan mengakhiri hidupku.
Aku tidak bisa terus begini. Ada sesuatu harus diselesaikan.
Pikiranku mulai berputar ke arah yang tidak sehat. Siapa atau apa yang bisa membantuku dengan keinginan sintingku? Apa kemungkinan yang bisa kulakukan? Mencoba menjadi penyihir dan merapal mantra ke seluruh dunia dan membuat mereka melihatku seperti sesuatu yang tidak kuinginkan? Konyol. Bodoh karena pernah berpikir begitu.
Dan lagi… berpikir tentang hal gaib membuatku punya pikiran lain. Pikiran yang sangat buruk. Bisakah aku? Bisakah aku mewujudkannya lewat rencana jahat dan mengerikanku? Apa yang benar-benar kuinginkan? Apa yang bisa kuserahkan untuk memenuhi keinginan terdalamku?
Itu gila. Sebagian kecil diriku tahu itu, tapi aku tidak bisa menyingkirkan rencana itu dari pikiranku. Aku tahu apa yang harus diselesaikan. Aku akan melakukannya dan mendapat konsekuensinya nanti. Sudah jelas, aku pergi ke toko dan membeli sebuah papan ouija. Itu adalah jalan terbaik yang kupikirkan untuk memastikan apa yang harus kulakukan. Sendirian di apartemenku yang murah dan sempit, aku mematikan semua lampu dan membuat lingkaran lilin. Menyalakannya satu per satu, aku merasakan perasaan yang nyata yang belum pernah kurasa selama bertahun-tahun. Akhirnya, aku mengambil sebuah tindakan. Persetan dengan peringatan. Ini satu-satunya jalan, dan itu bukan salahku aku terpikir untuk melakukannya. Aku duduk di tengah lilin-lilin dengan papan ouija. Sebelumnya aku belum pernah sekalipun mencobanya, pernah dengar kalau itu berbahaya dan papan itu tak akan pernah mengatakan kekuatan jahat apa yang mungkin akan terpanggil ke dalam hidupmu. Tapi itu adalah hal yang kuharapkan. Kekuatan jahat untuk membantuku menyelesaikan rencanaku.
Aku bertanya keras-keras, “Apa di sini ada siapapun atau apapun bersamaku sekarang?”
Lempengan mata papan mulai bergerak pelan.
Aku tahu kalau aku tidak menggerakkannya. Masalah ini terlalu penting untuk dibuat bercanda.
Perlahan, mata papan mengeja, A K U.
“Siapa kau?” Aku bertanya. Bergerak lebih cepat sekarang, menyentuh huruf-huruf,
S A T U S A T U N Y A Y A N G K A U I N G I N K A N.
S A T U S A T U N Y A Y A N G K A U I N G I N K A N.
“Bisakah kau membantuku?” Aku perlu tahu pasti. Mata papan meluncur ke “yes.”
Dahiku berkeringat tapi aku lebih dari siap untuk melihat kedepannya.
“Apa kau tahu apa yang kuinginkan?” Dia menjawab T E N A R.
Aku mulai sedikit ngeri. Ini benar-benar nyata. Tapi aku tahu aku harus melakukannya, aku hanya harus lebih spesifik. Aku harus mendapatkan apa yang kucari atau semua ini sia-sia.
Aku mengambil napas dalam dan mengumumkan,
“Kau harus menjamin kalau aku akan menjadi salah satu wanita paling terkenal yang pernah ada. Lelaki akan sangat bangga pada kesempatan kecil hanya untuk melihat wajahku sekilas. Aku akan dikenal di seluruh penjuru dunia dalam bertahun-tahun dan ketenaranku tidak akan terpecah. Aku tidak peduli kalau aku harus pergi menembus waktu untuk mendapatkannya. Bawa aku ke masa lalu. Dorong aku ke masa depan. Buatlah semua terjadi kapanpun itu. Aku tidak peduli dimana aku. Buat aku jadi spesial dan terkenal.”
Tenar… cantik… hasrat… setimpal. Aku akhirnya akan menjadi seseorang yang spesial. Aku akan berdiri tegap di dunia yang kecil dan berantakan ini lebih baik dari sebelumnya, menjadi orang yang dibicarakan dan diakui. Lebih baik daripada semua wanita yang sedih, tua, dan jelek dengan hidup menyedihkan mereka yang datang dan pergi tanpa disadari. Aku akan dipuja dan diperhatikan, seperti apa yang selalu kuimpikan. Aku akan diingat. Itu setimpal dengan harga apapun.
Berapapun.
“Bisa kau melakukannya untukku? Besok? Bisakah aku bangun besok dengan semua itu?”
Mata papan berpindah dan berhenti di “yes.”
Aku merasakan napas harapan dan santai bergerak menembusku seperti tidak pernah kurasa sebelumnya. Ini. Aku bisa memiliki apa yang kumau. Semua penantianku, keinginanku untuk jadi terkenal dari tahun ke tahun, akan segera terpenuhi. Masih dengan kebahagiaan, aku menanyakan pertanyaan terakhir.
“Apa harga yang harus kubayarkan?" Karena selalu ada harga untuk hal-hal semacam ini.
J I W A M U
Jantungku membeku, tapi aku tahu hal ini akan datang. Aku yakin aku bukan orang pertama yang menjual jiwa mereka ke setan untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Tidak masalah, kataku pada diri sendiri. Itu semua akan setimpal. Aku harus mengikuti rencara gila ini. Semua yang dimasalahkan adalah keinginan terbesarku akan jadi nyata.
Aku berbisik, “Setuju.”
Dan begitulah akhirnya. Aku membuat perjanjian dengan setan. Tidak akan ada jalan kembali, tidak memohon untuk membatalkannya,
Tidak berharap untuk merubah kepastian untuk datang. Dan aku tidak ingin melakukannya. Ketika aku bangun besok, hidup mengagumkan dan spesialku akan dimulai. Semua kesengsaraan akan berakhir dan hadiahnya akan dimulai.
Aku terbaring di tengah lilin-lilin, berpikir saat aku bangun dan menemukan kalau semua ini hanya mimpi. Tentu saja, aku akan terbangun besok di sebuah mansion atau di dalam jet pribadi, traveling ke destinasi dalam mimpi terliarku. Bisa dimana saja. Aku tenggelam dalam tidur yang damai dengan senyum penasaran di wajahku. Sebuah senyum. Itu rasanya baik.
Sudah berapa lama sejak terakhir aku tersenyum?
Ketika aku terbangun, aku masih bisa merasakan senyuman kecil aneh di wajahku. Perlu beberapa saat agar mataku menyesuaikan pemandangan sekitar. Gambaran samar sosok pria tampan terpampang di depan wajahku. Aku tidak bisa percaya ini. Yes! Inilah awal dari ketenaran manisku. Oh, betapa aku menanti lama untuk saat ini dan akhirnya aku di sini. Wajah lainnya muncul di hadapan. Seorang wanita yang menatapku dengan ekspresi sebal. Mungkin dia iri, kataku sombong pada diri sendiri. Siapa yang tidak begitu? Dia terlihat seperti orang biasa mirip aku dulu.
Aku mulai mendengar suara-suara di sekelilingku, awalnya samar, kemudian ramai memenuhi kepalaku. Aku bisa mendengar bisikan percakapan dan langkah kaki yang kupikir rasanya seperti di aula besar. Apa aku ratu yang hidup di sebuah kastil? Aku mau tahu. Kucoba melihat sekeliling ruangan, tapi aku tidak bisa. Aku mencoba menggerakkan kepalaku untuk melihat, tapi kepalaku terpaku di tempat. Apa yang terjadi? Ini tidak benar. Bahkan aku tidak bisa berkedip. Pasti ada sesuatu yang salah! Gimana bisa aku jadi terkenal kalau bergerak saja susah?
Aku mencoba membuka mulutku untuk bicara, tapi rasanya seperti sedang tersegel rapat. Aku tidak bisa menggerakkan apapun. Pikiranku panik dan aku mencoba menarik napas dalam-dalam, tapi paru-paruku sama sekali tidak merespon. Seluruh badanku seperti terkubur dalam adonan semen. Tak ada yang bergerak dan aku tidak bisa merasakan apa-apa. Yang bisa kulakukan cuma berpikir.
Kelompok lainnya muncul di hadapanku. Mereka tampak seperti sebuah keluarga, dengan anak-anak kecil. “Wanita ini mengagumkan,” kata si Ibu. “Ya”, balas si Ayah. “Aku tidak pernah berpikir aku akan melihatnya dalam hidupku.”
Mereka berbalik satu sama lain dan saling tersenyum. Apa yang sudah terjadi? Aku menakjubkan tapi aku tidak sanggup bergerak? Aku menyerahkan jiwaku hanya untuk ini? Tahun demi tahun oleh… apa?
Orang yang lainnya berjalan di depanku, seorang pria tua dengan mata lembut yang menatapku lekat. “Kau tahu,” dia berkata pada orang di sebelahnya, “Aku sudah ratusan kali melihat Mona Lisa tapi aku tetap tidak bisa mengerti apa maksud dari senyuman aneh di wajahnya. Aku selalu berpikir apa yang sedang ia pikirkan saat gambar ini dibuat.”
Perasaan ngeri menghantamku saat aku menyadari masa depanku. Selamanya terjebak di sebuah kanvas. Terkenal dan dikagumi, seperti yang kuminta. Pikiran terakhirku, sebelum aku terjerumus dalam kegilaan yang sebenarnya, yaitu– jangan pernah buat kesepakatan dengan iblis.
Dia akan memberi semua yang kauinginkan…
Dan kemudian hanya sebagian.
Dan kemudian hanya sebagian.