WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

A Can of Cola — Ch. 1

“Nah, Shiota-kun, ini adalah ruangan terakhir, yaitu ruangan klub penyiaran." Seorang gadis berambut hijau pupus tampak membimbing siswa yang sibuk dengan catatan kecil di tangannya. “Apa sudah jelas? Kau bisa tanyakan apapun padaku. Aku akan membantumu dengan senang hati!"

“Ah, iya. Terima kasih banyak, um… Kaede-san." Si Shiota tersenyum manis. Kaede Kayano—gadis hijau itu—mengangguk senang. “Um. Rajin sekali kau mencatatnya,

”Apa kau orang yang mudah lupa?"

“Ahaha, ini hanya kebiasaan." Shiota menggaruk belakang kepalanya, canggung. Kayano mengintip catatan kecil itu. Dia tampak berpikir. “Mencatat, kah? Um…

“Oh, ada hal lain yang kurasa juga wajib kaucatat."

“Tentang wali kelas kita—Koro-sensei, yang suka menghukum dengan perawatan?"

“Bukan. Ini lebih penting. Sebagai murid pindahan yang baik(?), kau harus tahu semua hal di lingkungan barumu.

“Di sekolah yang ketat seperti ini, jangan dikira semuanya aman sejahtera. Sadarlah kalau ada orang-orang yang harus kauhindari. Catat ini: HINDARI SI BINTANG MERAH. Bersikaplah normal dan jangan mencolok."

Glek. Shiota tegang menanti kalimat Kayano. Dengan sikap dramatis gadis itu melanjutkan.

“Saranku, jangan sampai kau kehilangan masa depanmu(?) berurusan dengan si Bintang Merah, atau lebih dikenal dengan nama…"

Pensil Shiota berhenti bergerak, fokusnya penuh saat Kayano menyebutnya,

“…Akabane Karma."

———

Fanfiction © Ha-kun, Ha-chan Wasakhowatin



Ansatsu Kyōshitsu © Yuusei Matsui


• KaruNagi/MaGisa
BL, Romance, Weird.
Rated T.

Don't like, click Back.


———

“A-aku… s-s-suk-ka padamu Karma-kun!"

“…"

“…"

“…sudah?"

“Eh—"

“—maaf. Kau tahu jawabannya."

Karma berbalik santai meninggalkan lokasi. Bukannya sombong, tapi dia sudah cukup kebal dengan situasi macam begini. Dan jawabannya tetap sama. Selalu sama. Tidak rela labuhan hatinya pergi begitu saja, gadis itu memanggil Karma sekali lagi. “A-aku… akan berubah jadi seperti tipe yang kausuka! Kumohon!"

Hening. Tapi tidak selamanya.

“Heheh." Karma menunduk sedikit, senyumnya miring. Kemudian memutar tubuhnya 180 derajat. “Aku tidak suka pengemis cinta."

Detik selanjutnya dia kembali ke posisinya dan kembali berjalan, menjauh. Surainya sedikit menutupi matanya, bibirnya melengkung sinis. Tidak mungkin kau membuatku tertarik padamu dengan usaha bodohmu.

Gadis malang itu hanya menatap nanar saat sosok pujaannya melenggang begitu saja. Matanya perih saat melihat kepala merah itu menghilang di tikungan lorong. Akhirnya status ‘Cewek kesekian yang kurang beruntung abis nembak Akabane Karma' disandangnya juga.

Sementara dia, si bintang merah pembuat onar, masih santai berjalan sendirian di lorong. Dia menghampiri sebuah mesin minuman, berniat membeli jus kotak. Tapi sebelum kakinya mendekat 3 meter dari mesin itu, telinganya sudah mendahuluinya. Dia mendengar beberapa anak sedang bercakap di samping mesin minuman itu. Dan dari suara samar itu, dia yakin itu bukan sedang bergosip ria. Jadi, Karma menghentikan kakinya.

Matanya menyipit.

Senyumnya lebar penuh maksud.

Omoshiroi.

“Kau tidak mau kami berbuat kejam padamu, 'kan?" Ucap seseorang dengan rambut cepak.

“A-ano…"

“Apa lagi, ha? Masih mau bantah?!" Salah seorang yang berbadan agak tambun tampak tak sabaran. Tangannya mengepal.

BRAKK!

KLANG!

Semua menoleh ke arah sumber suara. Sebuah mesin minuman ringsek bekas hantaman kuat dan seorang pelaku yang menunduk untuk mengambil kaleng soda di depan kakinya. Dia kembali berdiri dan menoleh ke arah si penggertak. “Waah, sepertinya mesin ini rusak. Aku ingin beli jus kotak, yang keluar malah sekaleng soda."

Karma tersenyum tak berdosa. Kedua pelaku bullying itu tampak terganggu. “A… APA SIH MASALAHMU?!"

Sepertinya ini timing tepat untuk kabur, batin seseorang aji mumpung.

Si Rambut Merah terkekeh. Dia berjalan mendekati mereka berdua. “Aku? He-heh. Nggak ada… Aku cuma bilang kalau aku ingin membeli jus kotak, tapi malah dapat soda kalengan."

“Ngajak berantem ya?"

“Heeh? Siapa? Aku? Hm?"

“KAU!!!" Merah. Merah padam. Wajah mereka berdua merah padam, tersinggung berat. Mereka sudah dalam ancang-ancang namun—

Dash—

“Ukh!"

“!!!"

“Ehehe~"

Dia cepat! Sepasang lensa biru menatap ngeri.

“Guh!" Sekejap kemudian kedua pembully itu lebam-lebam. Sedangkan Karma hanya cengengesan. “Loh, sudah bonyok… Memangnya kalian habis ngapain?"

Karma mengangkat soda kalengan itu ke depan wajah lawan-lawannya. Dengan santainya dia berkata, “Mau?"

Gusar, dua pembully itu memilih kabur sambil merapal sumpah serapah. Lorong kembali hening dan setiap murid yang sedari tadi menonton kembali menyibukkan diri. Karma menarik tangannya dan menatap kaleng dingin itu sejenak. Sepasang mata memperhatikannya, lalu tiba-tiba tersadar.

Ba-baka! Kenapa aku masih di sini?! Rutuknya. Saat dia berniat pergi, sebuah suara menghentikannya.

“Kau mau?"

“AH—eh?" Dag, dig, dug. Kaget. Sebuah tangan dengan kaleng soda terulur di depannya. Wajah berhias dua manik tembaga itu tersenyum padanya. “Aku tidak terlalu suka minuman jenis ini. Nih, kalau mau. Tidak terkocok, kok."

“…eh, etto…" Siswa bertubuh lebih pendek daripada Karma itu tersenyum kikuk. Dengan cepat dia mengangkat buku catatan yang dibawanya. “Aku harus segera mengumpulkan tugas ini di meja Koro-sensei sebelum bel pulang, jadi…"

“Apaan. Bel pulang masih sangat lama. Kau bisa santai saja," Karma mengoper kaleng sodanya pada siswa bersurai biru langit itu, mengambil alih buku catatan dari pemiliknya. “Sepertinya aku belum pernah melihatmu sebelumnya,"

“Eh—" si bluenette bingung menghadapi sosok preman sekolah yang seenaknya itu. Karma membaca ukiran di sampul buku, lalu bergumam. “Shiota Nagisa, eh?"

“Um," Pemilik nama itu sedikit tidak nyaman. Jantungnya berpacu, waspada. Intuisinya mengatakan, cowok ini berbahaya.

Saa, Nagisa-kun. Kau habiskan saja itu, anggap saja salam perkenalan dariku." Karma berbalik dan mulai berjalan menjauh. Nagisa hanya menatap punggung yang terbungkus almamater hitam itu. Di baliknya, sebuah senyum penuh maksud telah terukir lengkap dengan niatnya.

Murid baru, hm? Menarik.

“Ah, tunggu—siapa namamu?" sahut Nagisa sedikit berteriak. Karma berhenti, dan berbalik. Sahutan lemah menjawab teriakannya.

“Karma. Akabane Karma." Karma tersenyum manis, lalu melambaikan buku itu di udara. “Jaa, Nagisa-kun."

Kuharap kautidak" segera mencariku.

Akhirnya sosok Karma hilang di balik tikungan lorong. Tinggal Nagisa sendirian di samping mesin rongsok. Dia menunduk, memperhatikan sekaleng soda di tangannya.

AkabaneKarma, kah?

Nama yang tidak asing

Tangannya menimang-nimang kaleng soda sementara kepalanya berpikir keras. Apa yang kuingat dari sederet nama barusan?




“GAWAT! BUKUKU! UWAAAH—"

-= TBC =-


———
———

Apa yang sedang kurencanakan, sih?
Kena efek dari Ha-kun yang suka ngakak sendiri nonton ini anime…
Aaaa~ aku terjebak dalam mode fujo awkawkawkawka----- /stop
Mau gak mau harus tabah kalo ntar didamprat sama Ha-kun… (°- ° ")
Maap prolognya jangan dianggap NagiKaya ya… Nothin' special Btween they scene so there's no war w/ me 'k?
Anggap aje doi sebagai properti(?) kalo masih gak terima. /ditebas/
Aaah~ ceriwis sekali. Nee, sore jaa!

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father