WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Together, Forever

Aku selalu di sini, berada di sini.
Aku selalu ada bersamamu, bersembunyi dan mengawasimu dari kejauhan.

Aku tahu seberapapun perasaanku, aku tetap tak bisa bersamamu.
Aku tahu seberapapun keinginanku, aku tetap tak bisa meraihmu.
Aku tahu sedekat apapun aku, kau tidak akan pernah menyadariku.
Mungkin kau telah lupa,
Atau sengaja lupa.

Tapi, aku di sini.
Aku selalu di sini.
Mengawasimu dari kejauhan.
Memperhatikanmu dalam kegelapan.
Menginginkanmu dalam kesunyian.
Memanggilmu dalam kesendirian.

Sudah bertahun aku seperti ini.
Sejak kau awal menapak di tempat ini.
Semenjak kau yang berasumsi bahwa aku imajinasimu.
Sampai kau yang mulai mentertawakan hal sepertiku.
Aku tahu, ini konyol.
Ini bodoh.
Ini semu.
Dan ini tidak nyata.
Tapi ada lebih dari sebuah dari yang kaupikir,
Hal-hal semu seperti ini nyatanya adalah nyata.

Saat aku sendiri, terkadang aku berpikir, terkadang aku merasa.
Aku tidak melukai dadaku,
Tetapi entah rasanya sangat sakit.
Aku tidak tahu kenapa.
Kaupun tak tahu kemana.

Aku hanya ingin tertawa dan berkata pada diriku sendiri,
Bagimu aku semu, bagimu aku tak nyata.
Lalu kau bertindak seolah tak ada apa-apa.
Bagiku luka ini semu, bagiku luka ini tak nyata.
Sial karena itu tidak berhasil.
Sakit ini terlalu nyata.

Kau yang tak sadar keberadaanku,
Kau juga tak sadar menoreh perasaanku.
Hanya tersisa aku di sini,
Menunggumu lebih lama lagi,
Selama aku mampu menahan semuanya.

Sampai akhirnya garis akhir muncul.
Keputusan yang muncul selapis demi selapis itu akhirnya utuh.
Membayangkan reaksimu seperti yang kubayangkan,
Aku bertekad.
Aku akan membuktikan eksistensiku.
Dan kau akan menemaniku ke tempat yang seharusnya.

Lima langkah pertamaku,
Ingatan berputar dalam benakku.
Kita yang bersama sejak pertama mengenal kata,
Kita yang bersama bermain dan berlari,
Kita yang bersama memetik bintang di bawah rindang daun,
Kita yang bersama menggantung bulan di atap langit,
Kita yang saling mengikat kelingking dan menyuarakan sebuah janji,
Janji yang masih kupegang hingga kini.

Bagai sekelebat cahaya, memori berganti lagi di lima setapak lainnya.
Kembali ke hari itu, dimana aku yang berjalan di sebelahmu,
Terampas jauh dan jauh.
Semua hanya tigapuluh detik oleh kebodohan seseorang.

Aku tidak pernah terima melihatmu terisak di samping tubuh itu.
Terisak sendirian dan memeluknya,
Memeluk tubuh yang tak akan balas memelukmu,
Sekalipun aku menginginkannya.
Dan jemari pucat itu,
Kau meraih kelingkingnya dan mengikatnya.
Aku berpaling dan menjauh.

Kini aku kembali.
Bersama langkah-langkah yang selanjutnya.
Sejak kapan entah tak sadar,
Waktuku membeku sejak hari itu.
Melihatmu yang sangat berubah,
Jauh berbeda dengan terakhir aku melihatmu sedekat ini.
Sedihnya, aku tidak berubah.
Perasaanku tidak berubah.
Masaku juga tidak berubah.
Disanding dirimu yang terus berbeda setiap aku melihatmu,
Aku tidak berubah, aku memang payah.
Satu yang indah,
Janji kita yang kupegang tidak berubah.
Aku akan membuktikannya.
Di lima langkah terakhir ini,
Aku tersenyum dan berbisik.
Tentang janji kita, yang akan tetap bersama sampai akhir.
Tepat di belakangmu, aku tersenyum.
Dengan jelas kau tak berpelindung di belakangmu.
Aku mengeluarkan sebilah pisau ukir.
Menusukkan kalimat itu dalam dadamu,
Kita akan bersama sampai akhir.

***

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father