WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Pintu

Storyline © Ha-kun Wasakhowatin
...

Kamar apartemen Wendy sedikit aneh. Contoh saja, ada pintu kecil di bawah tandon air di dapur. Pintu itu punya sekitar 40 kunci di sana, ia dan Jane—teman sekamarnya—pernah menghitungnya suatu hari.
‘Itu aneh untuk sebuah ruangan di balik dinding, mungkin oleh penghuni sebelumnya.' Bisik Jane sambil mengamati pintu itu.

‘Pintu itu sepertinya tidak tembus kemana-mana.' ujar Wendy. Ketika mereka melihat pintu itu, tiba-tiba... terbuka.

‘Wah!' Terasa hembusan angin dingin dari dalam sana, membuat anak rambut mereka berdua tersibak.

‘Apa yang terjadi?'

‘Kenapa tiba-tiba terbuka? Aku merasakan angin dari dalam.' Jane menyentuh pipinya.

‘Mungkinkah ada ventilasi atau jendela atau semacamnya di sana?'

‘Bagaimana bisa angin membuka kunci sebanyak itu? Kau tidak menyentuhnya sama sekali, kan?'

‘Tidak sama sekali.'

‘Gelap sekali di dalam!' Jane mengintip sedikit. Wendy menariknya.

‘Hati-hati. Pintu dengan kunci sebanyak ini pasti menyimpan sesuatu yang berbahaya.'

‘Atau sesuatu yang penting.' Jane masih penasaran. Tidak terlihat apapun di dalam sana. Saat mereka sibuk mengamati ruangan itu, sesuatu jatuh di ruang depan.

‘!!!'

‘Apa itu?'

‘Sial, ini membuatku takut. Kurasa kita harus menutup pintu ini.' Mereka kaget dan takut, segera mencari cara menutup pintu itu lagi. Setelah mencoba sekitar 2 jam, akhirnya bisa terkunci lagi. Merekapun pergi tidur.

Pagi harinya, mereka menemukan pintu itu terbuka lagi.

‘Apa kau membuka pintu ini lagi semalam?' tanya Wendy. Jane menggeleng.

‘Kita harus menutup pintu ini kembali.' Mereka berdua bersama mengunci lagi pintu itu dan memastikannya benar-benar rapat.

Malam harinya, mereka mendengar ketukan di dinding.

‘Kau mendengarnya?' Jane menepuk pundak Wendy. Wendy hanya menggeleng. ‘Mungkin tetangga sebelah. Sudah, ayo tidur.'

Mereka kembali tertidur. Tidak lama kemudian, Wendy tersentak bangun.

‘Uh... Ada apa?'

‘Ada–Ada yang menarik bantalku!' Wendy tergagap mendapati bantalnya sudah tergeletak di lantai.

‘Mungkin kau bermimpi buruk,' Jane tampak masih mengantuk.

‘Yah, mungkin...' Wendy menggantung kalimatnya, diam mematung. Jane menarik selimut. ‘Kau kenapa? Ini sudah larut—'

‘Sstt!' Wendy memotong ucapan Jane, menyuruhnya diam. ‘Diam dan dengarkan.'

Hening di antara mereka berdua. Lama menunggu, Jane mulai beranjak tidur lagi. ‘Terserah kau saja, aku mau tidur.'

‘Tunggu! Dengarkan sebentar saja—'

Tuk, tuk, tuk.

Telinga mereka berdua siaga, mencerna suara dari arah koridor luar. Wendy menatap Jane, yang balas menatapnya tegang. Pikiran mereka berdua sama.

ADA SESEORANG DI LUAR!

Langkah itu terdengar mondar-mandir di depan pintu apartemen mereka. Itu mengerikan di tengah malam seperti ini. Setelah setengah jam, suara itu berhenti. Mereka memastikan bahwa orang atau apapun itu yang mengganggu mereka sedari tadi sudah pergi. Tapi mendadak, terdengar ketukan di pintu depan.

Wendy dan Jane saling merapat dan menutupi diri mereka dengan selimut. Mereka menggigil ketakutan. Ketukan itu tidak berlangsung lama. Setelahnya, ia mendengar pintu depan seperti dicakar dengan kuku-kuku yang sangat panjang.

Tidak ada satupun dari mereka yang berani berbicara ataupun bertindak. Mereka hanya mencoba tidur dan mengabaikan suara-suara itu. Akhirnya suara itu berhenti dan suasana benar-benar senyap.

Kejadian selanjutnya, ketukan dan cakaran kembali terdengar di pintu kamar mereka.
***

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father