WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Hujan

Cerita yang muncul karena kebiasaan ngabisin Wi-Fi sekolah dan gak pulang-pulang sebelum diusir sama petugas sekolah.
Storyline © Ha-kun Wasakhowatin.

Read the rule, plz. Arigatou.


Diluar petang saat aku melangkah keluar perpustakaan. Bukan pertama kalinya aku terlambat kembali dan menjadi yang terakhir di sekolah, bahkan guru dan staf sudah pulang sejak 2 jam yang lalu. Hanya kemungkinan pengurus sekolah di luar sana, mengerjakan tugas penutup.

Aku sudah terbiasa dengan segala hal yang ada di sini, termasuk yang akan terjadi hari ini. Lorong tampak gelap karena mendung. Musim hujan membuat semuanya terasa sejuk dan lembab.

Langkahku terhenti di depan mesin minuman dan tanganku sibuk merogoh keping apapun yang ada di sakuku. Saat aku hampir menekan tombol untuk black coffee, ekor mataku menangkap seorang anak—atau apapun yang tampak seperti itu—berlari ke utara, sedikit jauh dari posisiku, melewati lorong lain di sebuah simpangan. Aku membuka kaleng, menenggak isinya dan berjalan kembali, tak peduli. Hanya sepatu yang beradu dengan lantai marmer yang menemaniku sepanjang lorong utama menuju tangga.

Terasa kehadiran sosok lain di dekatku saat aku menapaki anak tangga satu persatu. Terdengar bisikan samar, bercampur dengan udara kosong. Aku tak mengacuhkannya, memasang earphone,  terus berjalan dan memejamkan mata saat bisikan itu semakin terdengar seakan bersumber dari dalam kepalaku. Aku menampar angin di samping telingaku, menarik kabel earphone hingga terlepas dan berbalik cepat. Kosong. Aku kembali berjalan menghabiskan anak tangga yang tersisa, kembali memasang earphone dan menyalakan mp3 keras-keras, juga mengenakan tudung jaketku.

Udara dingin menyambut ketika aku sampai pada halaman sekolah. Merapatkan jaket, aku mempercepat langkahku. Tampak gerbang besi besar dan meliuk-liuk artistik masih terbuka. Menghela nafas lega, aku melewatinya dan sempat melirik ke belakang.

Gerbang itu melingkari gedung tua raksasa yang baru saja kutinggalkan, berpuluh tahun bergeming seakan mengikatnya pada waktu, mengurungnya dari barisan pepohonan hutan jingga yang mengepungnya. Aku mendesah.

Bau hujan menyapa saat tetes langit pertama mengenai pipiku. Aku menyingsing lengan jaketku, membiarkan rintiknya terjun bebas, menemaniku dalam perjalanan ke asrama di seberang hutan ini. Betapa aku suka hujan. Hujan akan melarutkan emosi dalam kepalaku, bau dan atmosfirnya menenangkan.

Kuharap tidak ada yang terjadi di asrama selama aku dalam perjalanan. Kuharap firasatku hanya fiktif belaka.

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father