WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Kemah

Pengalaman paling mengerikan yang kupunya yaitu saat kemah di Michigan utara dengan ayahku. Nenekku tinggal di dekat danau di Gaylord, MI yang mana orang tuaku dan aku sering mampir setiap Jum'at sampai Minggu rutin selama satu dekade sampai akhirnya nenek menjual tempat itu.

Kegiatan kami dimulai dari mengemas keperluan untuk 3 hari perjalanan kemah dan memasukkannya ke bagasi. Menaikkan sepeda gunung dan berangkat ke hutan terdekat. Ketika kami menemukan dua track menuju hutan, biasanya kami memilih track yang sepertinya sudah bertahun-tahun tidak dilewati, dilihat dari rerumputan yang panjang menghalangi. Mendapat tempat untuk parkir, menurunkan sepeda lalu mengendarainya. Kalau bisa kami biasa membuat track sendiri. Tujuan kami mencari danau atau sungai di dekat lapangan terbuka. Biasanya kami sampai di lapangan tak jauh sekitar 10-15 mil dari truk kami.

Suatu kali kami menemukan pondasi lama yang menurut kami dulunya bekas sebuah rumah. Tidak ada jalan atau setapak di sekitarnya. Lokasinya tepat di pinggir sungai. Terbuat dari batu seukuran bata.

Ada pondok kayu kecil yang entahlah mungkin sekitar 10 kaki dari pondasi itu, kira-kira 4 atau 4 1/2 kaki tingginya. Aku ingat ayahku harus berjongkok dan aku langsung terobos saja (Aku cuma bocah!) untuk masuk ke dalamnya. Di dalamnya ada senapan berkarat dalam gentong keropos. Tongkat pancing, sepatu salju, peralatan tidur, panci dan wajan tua, dan sebagainya. Jelas sekali tempat ini sudah ditinggalkan dalam waktu yang sangat lama. Benda-benda keren menurut bocah 12 tahun.

Kami membangun tenda 20 mil jauhnya. Menangkap beberapa bullfrog dan memasaknya untuk makan malam bersama dengan beberapa nacho yang dimasak di penggorengan yang kami punya. Tak ada polusi cahaya. Langit malam sangat menakjubkan. Bisa melihat banyak bintang. Bagian favorit ketika berkemah sampai sekarang. Malam itu sebelum kami beranjak tidur, kami menggantung semua makanan kami sekitar 15 kaki di udara lewat cabang pohon seperti yang kaulihat di film. Menjaga agar tidak diserang beruang atau hewan lainnya. Rutinitas malam kami.

Tak lama setelah kami menutup risleting tenda dan bersiap tidur kami mulai mendengar suara geraman dan dengusan datang dari seberang sungai. Ayah yang seorang pemburu berkata mungkin itu rusa atau rubah, mungkin juga beruang. Biasa saja, kami pernah melihat yang seperti ini malah lebih parah di perjalanan kami sebelumnya. Suaranya terdengar cukup jauh jadi Ayah tidak memikirkannya. Kami mendengarnya sepanjang malam namun suaranya semakin mirip suara bayi. Satu-satunya caraku menjelaskannya yaitu mirip suara bayi yang menangis pelan. Tambahkan dengan suara dengusan dan geraman yang dalam. Berulang kali kami harus mendengarkan tangisan melengking tajam namun sangat sebentar. Bagiku seperti suara bayi menjerit. Ngeri pokoknya.

Sepanjang malam suara ini terus muncul dan menghilang. Ayah menyiapkan Remington dan aku punya senapan kecil berisi 20 peluru bb untuk jaga-jaga. (Senapan pertamaku dan pertama kalinya kubawa dalam perjalanan) Kami segera tidur.

Kami bangun di pagi hari dan tak ada yang aneh kecuali bau busuk menyengat, seperti bangkai hewan. Kami mengira mungkin ada hewan mati dan baunya terbawa angin ke sini. Kadang kami bertemu bekas berburu serigala atau hewan lainnya dan kami tak terlalu memikirkannya. Kami keluar dan fisambut matahari terbit yang indah dan suara lalat berkerumun. Ayah berkata mungkin kami kehilangan makanan dan sekarang lalat-lalat menyerbunya.

Ayah berbalik dan berjalan menuju tempat makanan kami tapi ia mendadak berhenti sambil bergumam, aku masih mengingatnya, mengumpat "what... the... fu..." dengan perlahan. Di belakang tenda kami terpampang tiga ekor rusa, mati dikuliti dan disayat perutnya, tergantung di tiga ranting berbeda di pohon yang sama yang kami pakai menggantung makanan, dan makanan itu sama sekali tak tersentuh. Tiap kepalanya terpenggal dan diletakkan di atas ranting. Tiap kepalanya mengarah ke tenda kami. Tak ada siapapun di sekitar. Tak ada jejak kaki, tak ada jejak tetesan darah, tak ada apapun. Cuma tiga rusa, tergantung dengan sulur. Bukan tali atau pengait, tapi sulur. Ayah menyambar senapan dan mencoba mencari jejak-jejak darah. Dia adalah pelacak fenomenal yang menjadi pemandu untuk "pengalaman" berburu di U.P..

Dia tak menemukan apapun. Kami tak mendengar apapun saat malamnya juga. Ngeri. Aku benar-benar merinding. Ayahku juga begitu jadi kami berkemas di hari Sabtu dan kembali ke truk. Tak ada kejadian selama menuju ke truk. Hanya perjalanan normal. Pergi ke pos DNR dan melaporkannya.

Aku ingat petugas itu menatapku, kemudian ayahku, dan menggeleng pelan lalu mengangkat telepon untuk menghubungi siapapun itu dan semua yang ia katakan hanya semacam "Lagi-lagi melihat hewan dikuliti di daerah dekat sungai." Jelas sekali hal ini pernah terjadi sebelumnya tapi apa-apaan. Ayah tak pernah tahu penyebabnya apa atau siapa. Fakta bahwa ayahku tak dapat menemukan jejak atau tetesan darah dari mana rusa-rusa itu dibawa ataupun jejak kaki pelakunya adalah pertanyaan yang masih mengganggu Ayah sampai saat ini. Kami masih sering membicarakannya sekarang. Dia juga tak tahu dari mana sulur itu karena ia telah mengitari area itu dan tak ada pohon yang punya sulur di sekitar sana.

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father