WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Dad's Tapes: Never Say Yes

Aku sudah menulis dan menulis ulang transkrip ini, aku tidak tahu harus apa. Tapi kuputuskan untuk memostingkan ini karena aku tahu banyak dari kalian yang membaca ini, dan mungkin kalian bisa membantuku.

Pastinya ini Timmy lagi. Sebelum aku membahas yang lain kuharap semuanya mendapat Natal yang menyenangkan. Natalku cukup sepi, semenjak Ayah meninggal.

Tapi selama liburan aku mendapat banyak hal aneh. Aku dapat jatah libur dari kerja dan kebanyakan waktuku kuhabiskan untuk mengetik transkrip. Jari-jariku rasanya mau patah. Aku gak benar-benar mengurutkan satu per satu, aku cuma ngambil kaset apapun dan mendengarkannya. Nah yang baru-baru ini kudengarkan isinya agak berbeda dari sebelumnya. Ada nomor kasus di kasetnya tapi tidak ada namanya. Aku berniat menuliskan nomornya begitu saja tapi aku perlu nama untuk menyebut orang yang ada dalam wawancara.

Dan aku sadar aku bisa menyebut ayahku namanya saja dan tinggal mencari nama untuk yang lain. Dan jika kamu bertanya-tanya, aku benar-benar keliru tentang penamaan itu.

Jadi, pertama aku akan menyertakan transkrip kaset ini, dan memberitahumu apa yang terjadi saat aku mencoba mencari nama. Kuharap seseorang di luar sana akan membantuku. Aku akan menyebut lawan bicara Ayah “Mr. Friendly" karena rasanya aku ingat nama itu entah dari mana. Transkrip sebelumnya bisa ke sini, sini, sini, atau sini. Sebagai pengingat, ayahku bernama Danny.


 ———————————————————————

(Sedikit tentang kaset – isinya dimulai di tengah-tengah percakapan. Jujur saja, banyak kaset yang rasanya dimulai atau diakhiri di waktu yang tidak jelas, tapi yang satu ini yang paling jelas.)

Danny: Kuharap memang semudah itu.

Mr. Friendly: Bisa saja, jika kau menyetujuinya. (Aku tahu aku memanggilnya “Mr.” tapi sejujurnya aku tidak yakin gendernya apa. Suaranya berubah-ubah dari dalam/rendah ke tinggi.)

Danny: Aku sedang tidak ingin bermain-main. Kau tahu kenapa aku di sini.

Mr. Friendly: Dan kau tahu kenapa aku di sini.

Danny: Kau di sini karena membunuh tiga orang pria.
(Jeda) Setuju dengan pernyataanku?

Mr. Friendly: Aku tidak menyetujui apapun.

Danny: Baik, baik. Tidak ada persetujuan. Tapi bisakah kau memberitahuku – mengapa kau menyerang tiga orang itu?

Mr. Friendly: Mereka pengganggu. Mereka pikir mereka lebih baik dariku. Aku tidak suka.

Danny: Tapi kau sudah pernah mengalami hal serupa. Dan kau belum pernah membunuh siapapun sampai saat itu. Apa bedanya?

Mr. Friendly: Teman, kau terlalu pintar untuk pekerjaanmu. Kau bisa bergabung dengan kami. Aku akan baik padamu.

Danny: Aku tahu lebih baik daripada berkata 'ya' kepadamu.

Mr. Friendly: Oh Teman. Kau mungkin bukan salah satu dari kami, tapi kau memahami kami cukup baik.

Danny: Aku sudah melakukan hal ini berulang kali.

Mr. Friendly: Terlalu lama.

Danny: Mungkin.

Mr. Friendly: Kuberitahu apa, kalau kau menanyakan hal yang tepat, aku akan menjawabnya. Setuju?

Danny: Aku tidak menyetujui apapun.

Mr. Friendly: (Tertawa) Teman yang baik. Teman yang pintar.

Danny: Pria yang pertama – Henry. Dia petugas bank.

Mr. Friendly: Uangnya terasa sedap.

Danny: Maksudmu tangannya? Kau memakannya.

Mr. Friendly: Tangan menjelaskan tentang pemiliknya.
Beberapa orang tangannya terasa seperti tanah, yang lainnya punya tangan yang rasanya seperti air. Milik petugas bank rasanya seperti uang. Sangat tamak, Teman.

Danny: Bagaimana dengan pria yang satunya lagi?

Mr. Friendly: Kubiarkan tangannya dan kumakan matanya. Dia fotografer. Kupikir matanya akan berasa tempat yang jauh. Tapi ternyata plastik. Kuludahkan saja.

Danny: Kami tidak menemukannya di lokasi.

Mr. Friendly: Kami tidak meninggalkan jejak.

Danny: Lalu yang ketiga? Kami tidak mendapati ada yang hilang dari tubuhnya.

Mr. Friendly: Kau tidak melihat cukup dalam.

Danny: Tapi tidak ada bekas apapun di tubuhnya.

Mr. Friendly: Kami tidak meninggalkan jejak. (Jeda) Kau suka suara baruku? Pita suara itu lumayan tebal. Aku mengunyahnya berjam-jam. Rasanya seperti asap.

Danny: Tidak mungkin kau mengunyahnya berjam-jam. Kita di sini baru beberapa menit.

Mr. Friendly: Waktu kalian tidak berefek padaku.

Danny: Yah kau perlu terbiasa dengan hal itu. Kami memilikimu sekarang. Kami tidak akan membiarkanmu lepas.

Mr. Friendly: Teman yang bodoh.

Danny: Kami punya lebih banyak hal darimu. Kami punya para korban juga. Seseorang yang kaubiarkan lepas.

Mr. Friendly: Kami tidak membiarkan siapapun hidup. Mereka mungkin bernapas, namun mereka sama saja sudah mati.

Danny: Kita berbeda pandangan tentang mati.

Mr. Friendly: Itu karena aku menyebabkannya sedangkan kau tidak. Tapi hal ini akan berubah.
Danny: Bagaimana bisa hal itu akan berubah?
 
Mr. Friendly: (Tertawa) Teman yang konyol. Aku suka kau.

Danny: Kenapa?

Mr. Friendly: Karena kau tidak takut padaku.

Danny: Aku berurusan dengan orang-orang sepertimu setiap hari. Kau tidak menakutiku.

Mr. Friendly: Setidaknya aku menakuti anakmu, Teman.

Danny: Aku tidak punya anak.

Mr. Friendly: Kau akan punya. Dia sedang menyimak sekarang. Dia merindukanmu, Teman.

Danny: Sudah kukatakan, aku tidak ingin main-main.

Mr. Friendly: Anakmu sebaliknya. Dia tidak tahu aturan kita.
Kau-

Danny: Aku tidak akan berkata 'ya'. Aku selesai.

Mr. Friendly: Kau tidak bisa. Tidak selama aku masih di tubuh ini. Benar 'kan, Teman?

Danny: (Jeda) Aku tidak akan berkata 'ya'.

Mr. Friendly: Tapi kau merasakannya. Kau memikirkannya. Rasa kemanusiaanmu menghianatimu. (Tertawa) Teman yang bodoh.
Teman yang takut.

———————————————————————

Jadi itulah kasetnya. Kau mungkin bisa menduga kenapa aku ingin tahu nama dari si lawan bicara. Biasanya setelah mengetik satu kasus aku akan mengadakan pencarian. Tapi aku tidak menemukan apapun tentang seseorang yang membunuh tiga pria dan memakan beberapa anggota tubuhnya. Lebih tepatnya tangan mereka, mata, dan pita suara.

Setelah lelah tak menghasilkan apa-apa akhirnya aku menghubungi salah satu seksi lama Ayah. Aku menanyakan daftar nomor kasus di kaset padanya. Petugas yang menjawab panggilanku berkata mereka tidak punya kasus dengan nomor yang kusebut, dan meski mereka punya, mereka tidak bisa memberitahu detail kasus pada warga sipil. Aku berkata padanya tidak usah cemas, karena aku putera Danny dan ingin melanjutkan pekerjaannya (aku juga menyebutkan nama belakang ayahku).

Petugas itu menjawab kalau dia tidak pernah tahu tentang nama itu. Aku meminta untuk bicara pada sersan saja, karena sudah jelas petugas ini tidak tahu apa yang sedang dia bicarakan. Sersan itu memberitahuku tiga hal, dan semuanya menggangguku.

1 – Dia mengonfirmasi bahwa nomor kasus yang kusebutkan itu salah, karena nomor kasus kriminal tidak ditulis dalam bahasa Latin.
2 – Dia berkata bahwa semua kaset rekaman ini sama sekali bukan milik kepolisian, karena mereka menggunakan rekaman video pada setiap interogasi. Tidak mungkin di sana ada cuma satu kaset rekaman audio.
3 – Dia mengaku bahwa tidak ada seorangpun dengan nama ayahku yang pernah bekerja di seksinya. Tidak pernah.
Sudah jelas semua berita ini mengganggu. Mungkinkah ini benar? Mungkin aku salah di seksinya…

Intip Sekalian!

A Can of Cola — Ch. 3