WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

Pria Pejalan Kaki

Anna Hamilton biasanya tidak mudah merasa curiga pada orang lain, tapi saat seseorang terus mengikutinya selama beberapa saat, dia mulai merasa tidak nyaman di perutnya.

Memang hari ini pulang terlambat, tapi dia kuat dan pernah mengambil kelas karate, dia tahu dia tidak mudah (dan tidak akan) dikalahkan. Anna mengambil ancang-ancang, kaki dan lengannya bersiaga saat ia berhenti berjalan dan berbalik mengambil ancang-ancang, dan melihat bahwa siluet gelap itu masih terus mengikutinya.


Anna menyiapkan kepalannya kuat-kuat untuk berputar ke belakang dan menonjok wajah orang asing itu dan memaksanya untuk mengaku kenapa dia mengikutinya terus di malam hari seperti ini. Tapi pikirannya menyangkal, menganggap mungkin saja ini cuma kebetulan. Mungkin orang itu mengambil jalan yang sama dengannya. Beberapa menit kemudian Anna pun sampai di jalan masuk rumahnya. Dia berputar sembilanpuluh derajat menghadap rumah dan sosok yang terlihat seperti seorang pria mulai memperlambat jalannya, membuat Anna semakin jengkel.

“Dengar, apa kau perlu sesuatu? Apakah kau tersesat atau kau cuma ingin membuntutiku?” Anna akhirnya berhadapan dengan pria itu, tapi respon pria itu hanya menatap lurus padanya dengan mata yang angker dan sesekali menggerakkan kepalanya ke depan. Gerakannya hampir seperti robot.

“Baik, aku mau masuk sekarang,” Anna membuka kunci pintu dan dengan kecurigaan, dia dengan segera mengunci kembali pintu di belakangnya, melihat pria itu mulai berjalan dalam kabut malam.

Esok paginya, Anna hampir melupakan seluruh kejadian semalam. Tapi ketika melirik keluar jendela kamarnya, dia bisa melihat sesosok pria berdiri tidak jauh dari tempatnya, bahkan juga masuk ke halamannya. Berbalik, dia menyalakan lampu untuk memastikan kalau pikirannya tidak gila. Anna kembali menatap jendela, dan mendapati kalau sosok pria misterius itu sudah lenyap.

Akhirnya dia pergi dengan menyampirkan tasnya di pundak menuju tempat kerjanya, yaitu sebuah perpustakaan. Kalau seseorang bertanya padanya, dia akan menjawab bahwa dia mencintai pekerjaannya, aroma dari buku-buku, dan desisan untuk menegur anak-anak sekolah. Semua orang juga suka pada Anna, dia dikenal sebagai ‘pustakawati keren’, karena ia kadang membiarkan anak-anak menyelundupkan camilan atau minuman, atau membiarkan mereka bersikap sedikit bandel.

Seperti biasa, Katy, rekan kerja sekaligus temannya itu duduk di salah satu kursi di balik meja petugas. Tapi dibandingkan dengan isu Cosmo terakhir, dia datang membawa sebuah koran di tangannya.

“Katy, sayangku! Apa itu benar-benar sebuah koran di tanganmu? Aku tidak pernah tahu kalau aku masih hidup di hari ketika Katy Pryce sedang membaca koran,” Anna bercanda dan Katy menjulurkan lidahnya sebagai jawaban. Anna meletakkan tasnya di ruang pekerja dan mengambil duduk di samping temannya. Mengintip dari pundaknya, mata Anna membulat dan dia menunjuk sebuah gambar seorang pria yang tampak dikenalinya, “Hei, aku tahu dia!”

Katy tampak tertarik dan menurunkan korannya beberapa inci, “Masa'? Kok bisa?”

Anna mendengus, “Dia aneh, dia mengikutiku sampai rumah kemarin dan kupikir aku melihatnya di halamanku pagi ini.”

“Kau yakin, Anna?”

Anna menatap temannya, bingung, “Ya, tentu. Kenapa?”

“Dia terbunuh dua minggu lalu.”

Intip Sekalian!

Random: Screaming Lynne