Eyepatch Relationship
Sebuah rumor yang beredar tentang hubungan kedua malaikat servant Etihw, karena kemiripan ‘penampakan' mereka. Salah satu dari mereka tidak terima, dan ingin merubah pandangan orang-orang tentang hubungan mereka. Bagaimana kesepakatan mereka berdua?
“Apa kau sudah dengar?" // “Kenapa kau santai?" // “Aku tidak mau dianggap begitu!" // “Lalu apa maumu?" // “Kyaaa!!!"
-= Eyepatch Relationship =-
• Chara: The Gray Garden © Deep-sea Prisoner a.k.a Mogeko
• Storyline by Ha-chan Wasakhowatin
• R15+.
• Don't Like, Don't Read.
• Read the rules, plz. Tx.
-=-
“Head Angel!"
Suara derap langkah seseorang terdengar memasuki ruangan kelabu yang luas itu. Seseorang tampak duduk syahdu membelakangi pintu, sibuk menggarap tumpukan kertas di depannya. Konsentrasinya buyar seketika mendengar panggilan khas dari suara familiar yang memanggilnya.
“Hei, Head Angel," si empu suara tadi tampaknya sudah berdiri di belakangnya. Tanpa menoleh, dia membalas datar. “Ada apa, Grora?"
“……" Malaikat abu-abu dengan low-twintail itu tampak sedikit gusar. Tapi dia ragu untuk mengatakan maksudnya. Dia menarik napas perlahan, sedangkan lawan bicaranya masih memunggunginya.
“Head Angel… Apa kau sudah dengar rumor orang-orang tentang kita?"
“Hm…?" Pria yang dipanggil Head Angel itu masih terus mengerjakan kertas-kertasnya, tampak tak tertarik. Grora menghela napasnya lagi, bete.
“Orang-orang mengira kalau kita ini kakak-beradik,"
“Lalu?"
“Kenapa kau santai sekali, sih?"
“Tidak juga."
“…………" Grora tampak kesal tidak diacuhkan seperti itu. “Lalu kenapa kau tidak menyangkalnya?"
“Tidak mau. Merepotkan." Pria itu masih menyibukkan diri. Terdapat plat nama dengan ukiran ‘WODAHS' di mejanya. Sedangkan tamunya semakin gusar. Ingin rasanya Grora berteriak saat itu juga.
“Kenapa hari ini kau menyebalkan sekali?!" Grora menjatuhkan tubuhnya di atas sofa beludru putih di dekatnya.
“Aku tidak merasa begitu," Wodahs menyahut tiba-tiba. Grora diam, menautkan kedua alisnya, geram menatap langit-langit. “Memangnya kenapa mereka berpikir begitu?"
“…Uh, kau tidak lihat? Kita ini terlalu mirip!" Grora terduduk. Sayapnya sedikit kusut. “Warna rambut kita, pakaian kita, warna kulit kita,"
“Aku tidak merasa sama." Wodahs akhirnya berputar menghadap Grora di seberang ruangan. Grora tampak lucu menatapnya tajam. “…Mungkin."
“Apanya? Kita tidak jauh-jauh dari warna hitam-abu-putih.
“Dan yang paling mencolok adalah,
“Penutup mata!
“Penutup mata!
“Penampilan ini terlalu mirip…"
Wodahs tampak ingin tertawa melihat rekan kerjanya yang satu itu terlihat tertekan dengan kenyataan ini. Tapi, dia adalah aktor yang baik. Tiba-tiba Grora mengacungkan telunjuknya dengan kurang ajar pada Wodahs.
“Head Angel, kenapa kau tidak melepas penutup matamu saja?"
“Tidak mau."
“Memangnya kenapa? Mata kirimu baik-baik saja, 'kan?"
“………" Wodahs terdiam sejenak. “Karena… ‘kakak' tampak merasa bersalah saat melihatku memakai penutup mata ini. Dan aku menikmatinya." Sebuah kilatan muncul di mata kanan Wodahs.
“Astaga," Grora merinding. Sebutir peluh merambat turun di dahinya. “Ternyata kau bisa seperti ini juga."
“……" Wodahs terdiam. Lirikannya menghujam manik kiri Grora yang sedikit waspada. Tahu maksud, Grora cepat-cepat menjawab.
“Mana mungkin aku melepasnya?! Kau sendiri juga tahu alasannya!" Grora menggeleng cepat. “Tidak, tidak. Aku tidak mau."
“Sudahlah. Maafkan saja Ater. Dia hanya main-main." Ucap Wodahs sambil menyandarkan punggungnya pada kursi. Grora menjerit sewot.
“Tidak bisa! Aku tidak akan meloloskannya sebelum dia mengembalikan sebelah mataku."
“……" Wodahs tidak mengucapkan apa-apa. Dia memutar kursinya kembali dan mulai menyelesaikan tugasnya lagi. Grora juga terdiam, kembali merebahkan tubuhnya dan mengayun-ayunkan kakinya. Dia menatap langit-langit ruangan, tampak berpikir. Selama beberapa saat, ruangan itu hanya diisi suara detikan jam dan kertas-kertas yang dibalik Wodahs.
“Hei, Head Angel," Ucap Grora tiba-tiba, kembali membuyarkan kekhusyukan Wodahs terhadap pekerjaannya. Yang dipanggil hanya bergumam singkat.
“Apa kau tidak keberatan mereka menganggap kita bersaudara?"
Wodahs menatap partner kerjanya yang terlentang di atas sofa. Grora menerawang plafon ruangan sambil terus memainkan kakinya.
“Memangnya kenapa? Apa kau tidak suka?" balas Wodahs, terus memperhatikan Grora. Yang diajak bicara malah mempercepat ayunan kakinya, sampai membentur-bentur sisi sofa dengan keras. “Bukan tidak suka… hanya saja kau bukan kakakku. Meskipun kau bersikap seperti seorang kakak padaku, tetap saja kau bukan kakakku."
“Lalu, apa maumu?
“Hubungan seperti apa yang kauinginkan?" Wodahs bangkit dari kursinya. Grora menghentikan kakinya, masih menatap plafon. Pertanyaan Wodahs sama sekali tidak terpikirkan olehnya.
Grora menutup mata kanannya, berpikir. Kedua alisnya bertautan, pikirannya terus berargumen. Lama dia terdiam sampai mendadak ia merasa tubuhnya terangkat. Kaget, refleks dia membuka mata dan mencari pegangan. Ternyata itu Wodahs, menggendongnya tiba-tiba di kedua lengannya. Grora yang terkejut juga tanpa sadar mengalungkan lengannya melewati pundak Wodahs. Wajahnya merah seluruhnya.
“Ap… A-apa yang kaulakukan?!" Grora tergagap panik. Sedangkan Wodahs tetap tenang. “Kau bertubuh kecil,"
“M-memangnya kenapa?!" Grora tampak tersinggung. Perasaannya campur aduk antara bingung, jengkel, panik, dan waswas. Tapi pria itu masih merengkuh tubuhnya.
“Sayapmu juga, lebih kecil dariku."
“Maksudnya apa, sih?! Turunkan aku!"
“Sifatmu juga sedikit kekanakan,"
“Head Angel, turunkan aku!!! Aku tidak mengerti maksudmu!"
Tidak menggubris protes dari partnernya, Wodahs mencium puncak kepala Grora. Wajah wanita itu semakin memerah. “Head Angel—"
“Rambut warna abu tua yang panjang dan wangi bunga," Lanjut Wodahs dengan tenang sementara korbannya menggelinjang-gelinjang.
“Apa-apaan, sih? Lepaskan aku!!!" Dan dengan satu hentakan keras, mereka berdua jatuh ke lantai dengan posisi yang kurang menyenangkan. Grora menatap horor wajah Wodahs di atasnya. “Kau yang seperti ini, kenapa tidak mau dianggap sebagai adikku?"
“Kenapa kau malah mendukung rumor itu?" Grora tetap waspada. Entah apa yang merasuki malaikat tertinggi yang satu itu, dia tidak mau ambil resiko. Wodahs hanya menyeringai aneh. Grora mendapat firasat buruk tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Menjadi adikku bukanlah sesuatu yang buruk," Wodahs mendekatkan wajahnya. Eyepatch hitamnya terlepas, membuat kedua matanya terbuka, tajam dan melumpuhkan. Grora tidak sanggup melawan partnernya yang berjarak sejengkal di atasnya, hanya bisa mendengarkan kalimat terakhir Wodahs.
“Karena…
“Di sini tidak ada larangan untuk…
“…sister complex."
*****
“—KYAAAH!!!!!"
Grora terduduk, terengah-engah panik. Seseorang berlari menghampirinya.
“Kenapa? Ada apa?
“Kau tidak—"
“TIDAAK!!" Dia kembali menjerit saat mengetahui siapa yang datang. Wodahs mundur sedikit. “Hei, hei. Tenangkan dirimu dulu."
Grora menatap Wodahs takut, sambil mengatur napasnya. Setelah sedikit lebih tenang, dia mulai memperhatikan sekitarnya. Dia sedang di atas sofa, bukan di lantai. Juga semuanya tampak biasa. Sampai akhirnya manik hitam itu kembali ke sosok Wodahs di depannya. Ekspresinya masih tegang.
“Kukira kau cuma mimpi buruk," Wodahs beranjak ke mejanya, lalu kembali dengan segelas air. “Nah. Minum dulu agar kau kembali di sini seutuhnya."
Grora menerima gelas itu dengan linglung. Mimpi? Jadi tadi itu cuma mimpi?
“Kau tiba-tiba diam saat aku bertanya padamu." Sahut Wodahs yang sudah duduk di kursinya lagi. “Saat kuperiksa, ternyata kau tertidur. Kupikir kau kelelahan, jadi kubiarkan saja."
Ah… iya. Pikiran Grora sudah kembali. Dia hanya tertidur dan mendapat mimpi gila itu. Lega rasanya. Grora meneguk air dalam gelas itu, lalu beranjak pergi.
“Um… maaf, Head Angel, sudah merepotkanmu. Ah, aku ingat ada janji sebentar lagi. Jadi aku pamit dulu. Terima kasih waktunya."
“Hm," Wodahs hanya bergumam menatap punggung bersayap itu sampai menghilang di balik pintu. Saat dia akan memutar kursinya, pintu kembali terbuka.
“Er… Head Angel,
“Untuk pertanyaanmu…
“Mungkin sekarang, kita sebagai pasangan kerja saja dulu. Bagaimana?"
“Untuk pertanyaanmu…
“Mungkin sekarang, kita sebagai pasangan kerja saja dulu. Bagaimana?"
Wodahs terdiam sejenak, lalu tersenyum. Grora juga tersenyum lebar menampakkan deretan giginya yang rapi, lalu mengangguk dan kembali pergi. Wodahs menghela napasnya, masih tersenyum simpul, kembali menghadap tugas-tugasnya. Ruangan kembali sepi, dia bergumam pada dirinya sendiri.
“Padahal dia mungkin akan menjadi adik yang manis untukku."
-= FIN =-
A/N:
Ha-ha. Apa yang sudah kuciptakan ini…?
Tidak dapat dipercaya. Aku hanya baru saja selesai main The Gray Garden, dan melihat salah satu video omake di TV yang ada di bonus room. Lalu mencari beberapa fan art dan tiba-tiba muncullah plot ini. Kalau dilihat, rasanya ini semacam remake dari omake itu sendiri, hanya ditambah bumbu-bumbu beracun(?) di dalamnya. Mungkin efek subbab dari mapel yang sedang kupelajari di sekolah? Te-hee.
Tidak dapat dipercaya. Aku hanya baru saja selesai main The Gray Garden, dan melihat salah satu video omake di TV yang ada di bonus room. Lalu mencari beberapa fan art dan tiba-tiba muncullah plot ini. Kalau dilihat, rasanya ini semacam remake dari omake itu sendiri, hanya ditambah bumbu-bumbu beracun(?) di dalamnya. Mungkin efek subbab dari mapel yang sedang kupelajari di sekolah? Te-hee.
How 'bout dis couple…? The Eyepatch “Siblings", eh?
…Hm… aku hanya suka pada mereka berdua. Itu saja. Selain mereka aku juga suka Kcalb×Etihw. Er… entahlah. Aku tidak yakin. Tapi kurasa aku suka semua tokoh ciptaan Mogeko. Mereka unik. Dan menarik. Kau memang hebat.
…Hm… aku hanya suka pada mereka berdua. Itu saja. Selain mereka aku juga suka Kcalb×Etihw. Er… entahlah. Aku tidak yakin. Tapi kurasa aku suka semua tokoh ciptaan Mogeko. Mereka unik. Dan menarik. Kau memang hebat.
Ah, yeah. Terakhir… yang belum tahu game-nya, boleh ke sini. Terima kasih sudah mampir. See ya!