WARNING, GREETING.

THIS ISN'T REALLY HAPPENING. YOU'RE DREAMING. PLEASE, WAKE UP. PLEASE. WE NEED YOU NOW. EVERYTHING IS COMING TO AN END. PLEASE WAKE UP. THERE ISN'T MUCH TIME LEFT.

A Can of Cola — Ch. 2

“Dia itu pintar, cerdik—licik lebih tepatnya, berbahaya, cakep pula! Banyak murid yang menjadikannya target untuk dikalahkan ranking-nya. Makanya dia disebut Bintang Merah. Ada yang sampai dendam kesumat sama rapor Bintang ini sejak semester satu sampai sekarang."
“Hee…" Shiota tampak santai menyimak penjelasan dari Kayano.

“Tapi, Akabane orangnya bebas. Dia selalu melakukan apa yang ingin dia lakukan. Agak ngeri juga, sih… soalnya dia kadang bully orang. Terakhir kemarin kudengar dia kena skorsing karena membully kakak kelas sampai babak belur. Serem pokoknya.

“Meski dia punya gelagat macam setan lepas, sebenarnya dia baik, kok. Dia agak pendiam dan selalu melindungi teman dekatnya. Isengnya masih bisa ditolerir. Kasus skorsing itu katanya dia cuma membully senpai yang sedang bully siswi lain. Karena kelebihannya, para cewek mengabaikan dampak negatif dan tetap banyak yang minat sampai nekat nembak, meskipun gak ada yang pernah diterima. Hi-hi.

Demo, saa… untuk jaga-jaga, jangan mencoba melibatkan diri dengan Akabane. Bakal merepotkan. Jalani saja kehidupan normal anak SMP, jadi kemungkinan kau terlibat dengannya akan semakin kecil. Pokoknya jaga dirimu!

“Catat: Kalau sudah terlibat, kau akan sulit menghindar darinya."

———

———

Fanfiction: A Can of Cola © Ha-kun, Ha-chan Wasakhowatin

Ansatsu Kyōshitsu © Yuusei Matsui





• KaruNagi/MaGisa, terselilit(?) MaeIso sedikit.
Romance, BL, Weird(?), OOC maybe?

Rated T (13+)

Don't like, click back.

———

Bel masuk berbunyi. Sudah tidak ada waktu untuk mengejar si Bintang Merah yang membawa kabur buku catatannya. Dengan pikiran campur aduk, Nagisa kembali ke kelasnya.

Di kelas, teman-temannya masih sibuk satu sama lain. Ada yang bergosip, tidur, baca buku, bercanda, melamun, menyalin pr, dan sebagainya. Nagisa duduk di bangkunya, menghela napas.

Salah apa aku pagi-pagi kena tragedi macam gini
Padahal aku anak baik
Seharusnya dapat karma baik

...um...
karma, ka?

Haaah…" Nagisa meletakkan kepalanya di meja, depresi. Sebuah tangan tiba-tiba terulur ke atas kepala biru itu, dan…

TAK!

“Aih!" Merasakan jitakan kasih sayang mendarat di ubun-ubunnya, refleks Nagisa kembali duduk tegap sambil mengelus kepalanya. “Ittai…"

“Untuk apa itu tadi?" Nagisa melirik pelaku penjitakan yang sedang senyum lima jari di depannya. “Pagi, Nagisa!"

“Um," Nagisa masih mengelus kepalanya. Wajahnya kembali suram. “Pagi, Maehara-kun."

“Kau kenapa? Tidak biasanya. Sakit?"

Nagisa menggeleng.

“Kurang tidur?"

Nagisa menggeleng.

“Belum buat pr?"

Menggeleng lagi.

“Ada apa, sih? Nagisa-kun?" Giliran Isogai ikut nimbrung. Sekarang ada dua pasang mata yang melekat minta jawaban, dan Maehara berlagak membawa pipa cerutu. “Ceritakan semua pada kami berdua. Kami akan membantu menyelesaikan kasusmu."

Holmes banget sih?!" Protes Nagisa dan Isogai berjamaah.

“Kau ini, sudah tahu Nagisa sedang merasa buruk, malah digodain. Dihibur, kek." Omel Isogai. Maehara memincingkan matanya curiga. “Eeh… cemburu yaa—aduh!"

“Ngaco aja!" Isogai mencubit pipi Maehara, gemas. “Itu karma untukmu."

“Ehehe," Murid baru itu tertawa maklum. Karma, eh?

“Nee, Nagisa-kun. Ceritakan saja Masalahmu pada kami. Meski mungkin kami tidak membantu menyelesaikan, setidaknya bercerita akan meringankan masalahmu. Ok?"

Nagisa pun memutuskan untuk menceritakan masalahnya.

“Aku… sepertinya aku kena gendam(?),"

“Hah?! Gimana ceritanya? Apa yang hilang? Kapan? Siapa? Dimana? Bagaimana? Kenapa?" Entah kenapa kedua orang ini terlihat kelewat antusias. Nagisa sweatdropped. “Satu-satu…"

“Oke…" Jawab mereka nurut. Nagisa menceritakan kejadian tadi pagi dengan ringkas.

“Buku berisi pr dari Koro-sensei yang harus dikumpulkan hari ini… tanpa sadar ditukar ini," Nagisa menyodorkan sekaleng soda yang sudah tidak dingin lagi. Maehara mengambilnya, lalu mengangkatnya sedikit di atas kepala.

“Mungkinkah… ini beracun?! Pasti masih ada sidik jari pelakunya!"

“BERHENTI JADI SOK DETEKTIF!" Protes Nagisa dan Isogai (lagi). Isogai merebut minuman itu, Maehara pundung, dan Nagisa facepalm.

Sepertinya aku harus berusaha sendiri, batinnya galau. Tapiterima kasih. Nagisa menatap langit dari jendela. Warna birunya menenangkan.

Akabane Karma
Apa sebenarnya yang sedang kaurencanakan?

———

Jam ke 1

Nagisa tampak buru-buru. Matanya jeli memperhatikan setiap wajah yang ditemuinya. Tapi, orang yang dicari tidak kelihatan barang selembar anak rambutnya. Nagisa semakin bergerak cepat.

Akabane-sandia anak kelas mana? Sekarang dia dimana?

Tanpa sadar Nagisa sudah berkeliling hampir di sepertiga gedung sekolah yang super besar itu. Capek, dia memutuskan untuk berhenti sejenak. Napasnya sampai ngos-ngosan.

Kelasnya sebelah mana, sih? Nagisa ngomel dalam hati. Tangannya menyeka peluh di pipinya yang kemerahan karena capai. Dia duduk di ujung anak tangga, menyandarkan kepalanya pada dinding dan memejamkan matanya, berusaha mengatur kembali napasnya.

Nanti mintanya bagaimana, ya?
Semoga dia mau langsung mengembalikan bukuku.

“Kalau duduk menghalangi jalan, nanti bisa tertendang, lho."

“Waaah!" Nagisa terlonjak mengelus pipinya. Matanya membulat. Dingin!

“He-he, maaf mengejutkanmu. Nih." Karma duduk di samping Nagisa, menyodorkan sekaleng soda. Nagisa menatapnya waswas. Melihat wajah Nagisa dengan ekspresi itu, Karma tertawa. “Tenang! Masih tersegel rapi kok!"

“Uh… um, ehehe, Iya," Nagisa tersenyum. Karma tertenung.

“…"

“…?"

“…"

“Akabane-san?" Nagisa mendekat dan melambaikan tangannya di hadapan Karma. Karmapun tersadar dari trans-nya.

“Eh—ya? Eh—!!!" Karma refleks mundur sedikit, terkejut. Jangan dekat-dekat

“…Nih. Kau terlihat capek. Padahal ini masih pagi." Karma kembali menyodorkan minuman. Nagisa menerimanya sambil menggumamkan terima kasih. Karma mengangguk, meminum jus kotak yang dibawanya. “Apa sih yang kaulakukan tadi?"

“Ah… aku mencarimu, tapi tidak ketemu-ketemu." Jawab Nagisa sambil memainkan kaleng dingin di tangannya. Karma berhenti minum, bibirnya menyeringai jahil. “Eeh? Apa kau rindu padaku? Hm?"

“Ap—" Pipi Nagisa memanas. Matanya melebar kaget. Jantungnya berpacu melihat senyum Karma. Bahaya! Orang ini memang berbahaya!

“Wah, wah. Ekspresimu jujur sekali." Karma menggeser duduknya, menjepit anak baru itu. “Apa kau jatuh cinta pada pandangan pertama denganku?"

Jatuh cinta apanya?! Nagisa membersut. Lo nakutin, bego!

“Tak masalah," Karma semakin mendekat. Nagisa duduk tegap, kepalanya menunduk dalam. 
“Meskipun kamu cowok, tapi kamu manis… jadi aku akan mempertimbangkanmu, bagaimana?"

Bagaimana' gimana?! Jerit batin Nagisa. Tiba-tiba ia merasa pundaknya berat. Tidak tahu trauma macam apa yang akan dialaminya, dia memejamkan matanya. Jarinya memutih karena meremas kaleng soda. Kenapa malah begini?!

“Hei, Nagisa-kun… Atau harus kupanggil Nagisa-chan?" Bisik Karma di telinga Nagisa. Nagisa merasakan bulu kuduknya berdiri. Tapi, Nagisa sama sekali tidak bertindak. Aku memang lemah

Karma memperhatikan wajah itu. Wajah bulat yang hampir merah padam. Dan ekspresinya. Bibirnya bergerak sedikit, mengeluarkan gelombang suara lirih. “A-Akabane-san…"

“…" Karma tidak merespon. Adegan selanjutnya adalah adegan dimana Karma melepas pundak Nagisa dan mulai tertawa terbahak-bahak dengan wajah tertutup lengan.

“Coba kaulihat wajahmu!" Ujarnya di sela tawa. Wajahnya masih tertutup lengan kanannya. “Kau minta digigit, ya?"

“Ee?!" Dari merah terang ke biru pucat. Seekstrim itulah perubahan ekspresi Nagisa. Dia menatap bingung pada Karma yang mulai meredam tawanya.

Manis banget, sih

“Uhm," Karma menunduk dan berdehem. Setelah itu dia berdiri dan turun satu anak tangga, membelakangi Nagisa. “Tenang, aku tidak akan menggigitmu."

Tidak sekarang.

“Tapi, kalau kau menunjukkan wajah itu lagi lain kali, aku tidak akan bisa menahan diriku lagi."

“?!" Danger alert Nagisa berbunyi keras, bersamaan dengan denting bel tanda pergantian jam. Karma mulai berjalan menjauh. “Sudah bel. Segeralah masuk kelas. Murid yang baik tidak akan bolos. Jaa,"

Nagisa terdiam selama beberapa saat. Dia bingung setengah mati. Ingatan blur itu semakin jelas saat ia berjalan kembali menuju kelas. Nagisa duduk dan tempat duduknya menunjukkan kesalahannya. Apa yang ada di tangannya membuatnya semakin frustasi.

BAKAAA!!! KENAPA AKU LUPA TUJUANKU?!
MANA DAPAT SODA LAGI PADAHAL YANG PERTAMA BELUM DIMINUM!
AAARGH

Di sisi lain, tampak seseorang berusaha keras menghilangkan rona tipis di wajahnya. Mungkin akan sedikit lebih lama dengan ingatan segar dan sebuah buku di hadapannya. Manik madunya menatap tajam, memperhatikan tiap lekuk kanji di sampulnya. Menyerah, iapun menundukkan kepalanya ke atas buku itu. Angin berdesir, menggesek dedaunan, memainkan anak rambutnya.

Ayo kita main lebih lama.

.*.

-= A Can of Cola * Hatsu to Haru =-

.*.

Nagisa tertunduk lemas di bangkunya. Sekarang dengan dua kaleng soda di atas mejanya. Pipinya merah, kuncir duanya berantakan, manik aquamarine-nya suram. Dia benar-benar kacau.

“…Nagisa-kun? Bagaimana? Kau bisa meminta bukumu kembali?" Isogai, teman sekelasnya tampak prihatin. Nagisa menggeleng.

“Susah… Bukannya dapat buku, malah dapat ini lagi."

“Ya ampun," Maehara ikut simpati. Nagisa meletakkan kepalanya di atas meja, galau. Tangannya meremas bajunya. Jantungnya ngajak perang.

Kenapa aku jadi korban beginian?
Aku memang lemah
Mau nangis rasanya

———

Jam ke 3

Pergantian pelajaran. Nagisa tidak peduli pada guru yang mengisi periode ini. Dengan alasan izin ke kamar mandi (lagi) dia melesat meninggalkan kelas. Tujuannya masih sama: mencari Akabane Karma.

Luas sekali Keluhnya mengeksplorasi sekolah yang baru seminggu dihuninya. Sedikit berhati-hati ia memilih jalan. Jujur dan maklum siswa polos ini belum hafal seluruhnya.

Setelah berjalan cukup lama dengan mengandalkan insting dan pecahan-pecahan ingatan, akhirnya berhenti kaki itu berjalan. Lokasi yang menjadi pit stop adalah lapangan tenis di luar gedung. Nagisa mengambil tempat di atas akar pohon yang teduh dan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dia merasa sangat lelah.

Tenagakuhampir habis Dia terengah. Kalau saja aku tadi sempat sarapan...

Semilir angin memainkan anak rambutnya lembut. Nagisa menyerahkan beban tubuhnya diterima oleh batang kokoh kecoklatan yang berdiri penuh wibawa di tepi lapangan yang terang dan luas. Nyaman.

Gawataku mengantuk.

Menyerah dengan rasa lelahnya dan buaian gemerisik daun yang menjadi lullaby, Nagisa membiarkan kelopak matanya menutup,

Tanpa tahu apa yang rindang pohon itu sembunyikan.


• T • B • C •

A/N
H-chan: Nya~ Nagi-chan awas ada gurita cabul di belakangmu!!! Kyaa~ wwww
Nyuyah, bercanda ding.
Ha-ha! Mereka benar-benar manis! ♥

Terimakasih pada kalian semua apapun spesies Anda dimanapun Anda berada yang review yang follow yang silent semuanya SANKYUU~ *bighug* *refused*
Ah! Ha-kun juga ngomong sesuatu dong!

H-kun: …brat. Kenapa gue bisa terlibat.
H-chan: Ittai! Kena jitak!

Intip Sekalian!

Hari Pertama Sekolah

Mad Father